بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
(Bismillahir rohmanir rohim)
Hari-hari yang paling utama di dunia adalah sepuluh hari (pertama bulan Dzulhijjah). ” (Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir no. 1133). Demikianlah Nabi kita صلى الله عليه وسلم menerangkan kedudukan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Amal-amal saleh yang bisa ditingkatkan dan dikerjakan di hari-hari yang Allah berkahi ini, tidak terbatas dengan amalan-amalan yang telah disebutkan. Melainkan pula seluruh amalan saleh secara mutlak dianjurkan untuk ditunaikan di hari-hari ini.
Rasulullah
صلى الله عليه وسلم bersabda:
ما مِن أيامٍ العمل الصّالح فيها أحبُّ إلى الله مِن هذه الأيّامِ. قالوا:
يا رسول الله، و لا الجهادُ في سبيل الله؟ قال: و لا الجهادُ في سبيل
الله! إلاّ رجلٌ خرج بنفسه و ماله فلم يرجعْ مِن ذلك بشيء
Artinya : Tidak ada hari-hari yang mana amal saleh di dalamnya lebih dicintai
Allah dibandingkan hari-hari ini (sepuluh hari pertama bulan
Dzulhijjah). Para sahabat bertanya, “ wahai Rasulullah, tidak pula jihad
fi sabilillah? ” Beliau menjawab, “Tidak pula jihad fisabilillah,
kecuali seseorang yang berjihad dengan jiwa dan hartanya lalu tidak
kembali membawa apa-apa lagi. (H.R. Bukhari no. 969)
Hadits di atas menunjukkan disyari’atkannya memperbanyak amal shalih
secara umum pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah. Sebagaimana juga
disebutkan dalam riwayat yang lain dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma,
Nabi shollallahu’alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ عَمَلٍ أَزْكَى عِنْدَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَلاَ أَعْظَمَ أَجْرًا مِنْ خَيْرٍ يَعْمَلُهُ فِي عَشْرِ الأَضْحَى
Artinya : Tidak ada satu amalan yang lebih suci di sisi Allah ‘azza wa jalla dan lebih besar pahalanya dari satu kebaikan yang dilakukan seseorang pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah.” [HR. Ad-Darimi dalam Sunan-nya no. 1776 dan Al-Baihaqi dalam Syu’abul Imanno. 3476, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Targhibno. 1248]
Dzikir : Tahlil, Takbir, Tahmid
Imam Bukhari di dalam Shahihnya menukilkan dari Ibnu Abbas رضي الله
عنهما bahwasanya ia menafsirkan “hari yang telah ditentukan” yaitu
sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Dan Nabi صلى الله عليه وسلم juga
bersabda menguatkan keutamaan dzikir di waktu-waktu ini: “Tidak ada
hari-hari yang lebih agung di sisi Allah dan amal di dalamnya lebih Dia
cintai melebihi sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah ini. Karena itu,
perbanyaklah di waktu-waktu ini tahlil, takbir dan tahmid. ”(HR. Ahmad
no. 5446)
Allah ta’ala berfirman, didalam Al-Qur'an, surat Al-Hajj, ayat : 28
Allah ta’ala berfirman, didalam Al-Qur'an, surat Al-Baqoroh, ayat: 203
وَاذْكُرُوا اللّٰهَ فِيْٓ اَيَّامٍ مَّعْدُوْدٰتٍۗ فَمَنْ تَعَجَّلَ فِيْ يَوْمَيْنِ فَلَآ اِثْمَ عَلَيْهِۚ وَمَنْ تَاَخَّرَ فَلَآ اِثْمَ عَلَيْهِۙ لِمَنِ اتَّقٰىۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّكُمْ اِلَيْهِ تُحْشَرُوْنَ
Wadzkurullâha fî ayyâmim ma‘dûdât, fa man ta‘ajjala fî yaumaini fa lâ itsma ‘alaîh, wa man ta'akhkhara fa lâ itsma ‘alaihi limanittaqâ, wattaqullâha wa‘lamû annakum ilaihi tuḫsyarûn.
Berzikirlah kepada Allah pada hari yang telah ditentukan jumlahnya. Siapa yang mempercepat (meninggalkan Mina) setelah dua hari, tidak ada dosa baginya. Siapa yang mengakhirkannya tidak ada dosa (pula) baginya, (yakni) bagi orang yang bertakwa. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa hanya kepada-Nya kamu akan dikumpulkan.
Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah meriwayatkan dalam Shahih beliau,
وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ
أَيَّامُ الْعَشْرِ وَالأَيَّامُ الْمَعْدُودَاتُ أَيَّامُ التَّشْرِيقِ
Dan berkata Ibnu ‘Abbas, Berdzikirlah kepada Allah pada hari-hari yang
telah dimaklumimaksudnya adalah pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah,
sedangkan hari-hari yang sudah ditentukan adalah hari-hari tasyriq
(penyembelihan).”
Rosulullah shollallahu’alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ أَيَّامٍ أَعْظَمُ عِنْدَ اللهِ وَلاَ أَحَبُّ إِلَيْهِ
الْعَمَلُ فِيهِنَّ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ الْعَشْرِ ، فَأَكْثِرُوا
فِيهِنَّ مِنَ التَّهْلِيلِ وَالتَّكْبِيرِ وَالتَّحْمِيدِ
Artinya : Tidaklah ada hari-hari yang lebih agung di sisi Allah dan amal shalih
yang lebih dicintai Allah ta’ala daripada sepuluh hari pertama
Dzulhijjah, maka perbanyaklah ucapan tahlil, takbir dan tahmid.” [H.R.
Ahmad no. 6154 dari Ibnu Umarradhiyallahu’anhuma, dan dishahihkan oleh
Asy-Syaikh Syu’aib Al-Anauth]
Beberapa Ketentuan tentang Takbir
Terdapat dalil secara khusus untuk memperbanyak takbir dan
mengeraskannya (bagi laki-laki, adapun bagi wanita hendaklah dipelankan
suaranya), baik di masjid, di rumah maupun di tempat umum, sebagaimana
yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah dalam Shahih
beliau,
وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ وَأَبُو هُرَيْرَةَ يَخْرُجَانِ إِلَى السُّوقِ فِي
أَيَّامِ الْعَشْرِ يُكَبِّرَانِ وَيُكَبِّرُ النَّاسُ بِتَكْبِيرِهِمَا
وَكَبَّرَ مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيٍّ خَلْفَ النَّافِلَةِ
Dahulu Ibnu Umar dan Abu Hurairah keluar menuju pasar pada sepuluh
hari pertama Dzulhijjah dalam keadaan bertakbir dan manusia pun ikut
bertakbir, dan Muhammad bin Ali bertakbir setelah sholat sunnah.”
Ulama menjelaskan bahwa takbir di sini ada dua bentuk: Takbir muthlaq,
yaitu takbir yang dibaca kapan saja tanpa terikat waktu, dimulai sejak
awal Dzulhijjah sampai akhir hari Tasyriq
Takbir
muqoyyad, yaitu takbir yang terkait dengan waktu sholat, dibaca setiap
selesai sholat lima waktu, dimulai sejak shubuh hari Arafah (tanggal 9
Dzulhijjah) sampai akhir hari Tasyriq.
Hal ini disyari’atkan berdasarkan ijma’ dan perbuatan sahabat
radhiyallahu ’anhum [Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 8/312 no. 10777].
Takbir ini disyari’atkan bagi selain jama’ah haji. Adapun bagi jama’ah
haji disunnahkan untuk memperbanyak ucapan talbiyah sampai melempar
jamrah ‘aqobah pada tanggal 10 Dzulhijjah, barulah dibolehkan bertakbir,
dan boleh mulai bertakbir sejak lemparan pertama pada jamrah ‘aqobah
tersebut sampai akhir hari tasyriq.
Dan boleh juga bagi jama’ah haji untuk menggabungkan antara takbir dan
talbiyah, yakni terkadang membaca takbir dan terkadang membaca talbiyah,
namun yang afdhal bagi yang sedang ihram untuk mengucapkan talbiyah,
sedang bagi yang tidak ihram untuk bertakbir. Dan takbir ini dibaca
sendiri-sendiri, adapun membacanya secara berjama’ah dengan satu suara
atau dipimpin oleh seseorang maka termasuk perbuatan bid’ah, mengada-ada
dalam agama [Lihat Majmu’ Fatawa Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah,
13/19].
Apalagi sampai mengadakan konvoi di jalanan yang dapat mengganggu
ketertiban umum dan terjadi berbagai macam kemaksiatan seperti ikhtilat
(campur baur antara laki-laki dan wanita), meneriakkan takbir diiringi
alat-alat musik (padahal musik itu sendiri diharamkan dalam Islam) dan
berbagai kemungkaran lainnya yang biasa terjadi pada malam dan hari
raya.
Adapun lafaz takbir diantaranya adalah seperti yang diriwayatkan dari
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu, beliau membaca takbir pada
hari-hari tasyriq,
الله أكبر، الله أكبر، لا إله إلا الله، والله أكبر، الله أكبر، ولله الحمد
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa ilaaha illaLlah, waLlahu Akbar,
Allahu Akbar, wa liLlahil hamd ” (Allah Maha Besar, Allah Maha Besar,
tidak ada yang berhak disembah selain Allah, dan Allah Maha Besar, dan
segala puji hanya bagi Allah).”[H.R. Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnaf-nya
no. 5697, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Al-Irwa no. 654 dan
beliau mendha’ifkan hadits Jabir radhiyallahu’anhu dengan lafaz yang
sama]
Demikian semoga bermanfaat bagi kita semua. Wallahu 'aklam bish showab.
Salam interaksi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar