HADITS KETIGAPULUH SEMBILAN
عَنِ
ابْنِ عَبَّاس رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا : أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله
عليه وسلم قَالَ : إِنَّ اللهَ تَجَاوَزَ لِيْ عَنْ أُمَّتِي : الْخَطَأُ
وَالنِّسْيَانُ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ
[حديث حسن رواه ابن ماجة والبيهقي وغيرهما]
Terjemah hadits / ترجمة الحديث :
Dari
Ibnu Abbas radiallahuanhuma : Sesungguhnya Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : “Sesungguhnya Allah ta’ala
memafkan umatku karena aku (disebabkan beberapa hal) : Kesalahan, lupa
dan segala sesuatu yang dipaksa“
(Hadits hasan diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Baihaqi dan lainnya)
Pelajaran yang terdapat dalam hadits / الفوائد من الحديث:
- Allah ta’ala mengutamakan umat ini dengan menghilangkan berbagai kesulitan dan memaafkan dosa kesalahan dan lupa.
- Sesungguhnya Allah ta’ala tidak menghukum seseorang kecuali jika dia sengaja berbuat maksiat dan hatinya telah berniat untuk melakukan penyimpangan dan meninggalkan kewajiban dengan sukarela .
- Manfaat adanya kewajiban adalah untuk mengetahui siapa yang ta’at dan siapa yang membangkang.
- Ada beberapa perkara yang tidak begitu saja dimaafkan. Misalnya seseorang melihat najis di bajunya akan tetapi dia mengabaikan untuk menghilangkannya segera, kemudian dia shalat dengannya karena lupa, maka wajib baginya mengqhada shalat tersebut. Contoh seperti itu banyak terdapat dalam kitab-kitab fiqh.
Hadits ini disebutkan dalam tafsir ayat : “Jika kamu melahirkan apa yang
ada dihati kamu atau kamu sembunyikan, maka Allah akan mengadili kamu
dengan apa yang kamu lakukan itu” (QS. 2 : 284)
Ayat ini menyebabkan para sahabat merasa tertekan. Oleh karena itu, Abu Bakar, ‘Umar, ‘Abdurrahman bin ‘Auf, dan Mu’adz bin Jabal beberapa orang mendatangi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam dan mereka berkata : “Kami dibebani amal yang tak sanggup kami memikulnya. Sesungguhnya seseorang di antara kami dalam hatinya ada bisikan yang tidak disenanginya, sekalipun bisikan itu menjanjikan dunia. Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam lalu menjawab : “Boleh jadi kamu mengucapkan kalimat seperti yang diucapkan Bani Israil, yaitu kami mau mendengar tetapi kami akan menentangnya. Karena itu katakanlah : ‘Kami mau mendengar dan mau menaati”. Hal itu membuat mereka merasa tertekan dan mereka diam untuk sementara. Lalu Allah memberikan kelonggaran dan rahmat-Nya dengan berfirman : “Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai kemampuannya. Ia akan mendapatkan pahala atas usahanya dan mendapatkan siksa atas kesalahannya, (lalu ia berdo’a) : ‘Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau tersalah”. (QS. 2 : 286)
Ayat ini menyebabkan para sahabat merasa tertekan. Oleh karena itu, Abu Bakar, ‘Umar, ‘Abdurrahman bin ‘Auf, dan Mu’adz bin Jabal beberapa orang mendatangi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam dan mereka berkata : “Kami dibebani amal yang tak sanggup kami memikulnya. Sesungguhnya seseorang di antara kami dalam hatinya ada bisikan yang tidak disenanginya, sekalipun bisikan itu menjanjikan dunia. Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam lalu menjawab : “Boleh jadi kamu mengucapkan kalimat seperti yang diucapkan Bani Israil, yaitu kami mau mendengar tetapi kami akan menentangnya. Karena itu katakanlah : ‘Kami mau mendengar dan mau menaati”. Hal itu membuat mereka merasa tertekan dan mereka diam untuk sementara. Lalu Allah memberikan kelonggaran dan rahmat-Nya dengan berfirman : “Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai kemampuannya. Ia akan mendapatkan pahala atas usahanya dan mendapatkan siksa atas kesalahannya, (lalu ia berdo’a) : ‘Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau tersalah”. (QS. 2 : 286)
Allah memberikan keringanan dan mansukh (terhapus)lah ayat yang pertama di atas. Imam Baihaqi berkata bahwa Imam Syafi’i berkata : “Allah berfirman : Kecuali orang yang dipaksa, sedang hatinya merasa tentram dengan imannya (maka orang semacam ini tidak berdosa)”.
Ada beberapa hukum bagi sikap kekafiran ketika Allah menyatakan bahwa kekufuran tidak terdapat pada orang yang dipaksa, maksudnya bahwa menyatakan kekufuran secara lisan karena dipaksa tidak dianggap kufur. Jika sesuatu yang lebih berat dianggap gugur, maka yang lebih ringan lebih patut untuk gugur. Kemudian disebutkan adanya riwayat dari Ibnu ‘Abbas dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam : “Sesungguhnya Allah membebaskan umatku (dari dosa) karena keliru atau lupa atau dipaksa”.
Dan diriwayatkan dari ‘Aisyah, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam, bahwa beliau bersabda : “Tidak ada thalaq dan pembebasan budak karena pemaksaan”. Demikianlah pendapat ‘Umar, Ibnu ‘Umar dan Ibnu Zubai.
Tsabit bin Al Ahnaf menikahi perempuan budak yang melahirkan anak milik ‘Abdurrahman bin Zaid bin Khathab. Lalu ‘Abdurrahman memaksa Tsabit dengan teror dan cemeti untuk menceraikan istrinya pada masa khalifah Ibnu Zubair. Ibnu ‘Umar berkata kepadanya : “Perempuan itu belum terthalaq dari kamu, karena itu kembalilah kepada istrimu”. Saat itu Ibnu Zubair di Makkah, maka ia disusul, lalu ia menulis surat kepada gubernurnya di Madinah. Isi surat tersebut, supaya Tsabit dikembalikan kepada istrinya dan ‘Abdurrahman bin Zaid dikenai hukuman. Kemudian Shafiyah binti Abu ‘Ubaid, istri ‘Abdullah bin ‘Umar, mempersiapkan upacara walimahnya dan ‘Abdullah bin ‘Umar menghadiri walimah ini. Wallaahu a’lam.
No comments:
Post a Comment