Hadits Arba’in Nawawiyah adalah kumpulan 40 hadits Nabi saw yang
dikumpulkan oleh Imam Nawawi ra. dan merupakan kitab yang tidak asing
bagi kita umat Islam, bukan hanya di Indonesia namun di seluruh dunia.
Umat Islam mengenalnya dan akrab dengannya, karena banyak dibahas oleh
para ulama dan menjadi rujukan dalam menyebarkan ajaran Islam kepada
kaum muslimin berkaitan dengan kehidupan beragama, ibadah, muamalah dan
syariah.
Mungkin Imam Nawawi dalam mengumpulkan hadits-hadits ini
ter inspirasi dengan hadits Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Imam
Ali, Abdullah bin Mas’ud, Mu’adz bin Jabal, Abi Darda, Ibnu Umar, Ibnu
Abbas, Anas bin Malik, Abu Hurairah, Abu Sa’id Al-Khudhri –semoga Allah
meridhai mereka semua- dari berbagai metode periwayatan- bahwa
Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang menghafal dari umatku 40
hadits –yang berisi di dalamnya- akan perkara agamanya, maka Allah akan
membangkitkannya di hari kiamat nanti bersama golongan para fuqaha dan
ulama”. Dalam riwayat lain disebutkan, “Allah akan membangkitkannya
sebagai seorang faqih dan alim”. Dan dalam riwayat Abu Darda, “Aku pada
hari kiamat akan menjadi pemberi syafaat dan saksi“. Dan dalam riwayat
Ibnu Mas’ud, “Dikatakan kepadanya: Masuklah kamu pada pintu mana yang
kamu suka”. Dan dalam riwayat Ibnu Umar, “Akan ditulis bersama golongan
para ulama dan dibangkitkan bersama para syuhada”.
Walaupun para
huffazh al-hadits melemahkan kedudukan hadits di atas seperti imam
Abdullah bin Al-Mubarak, Ad-Daruqutni, Al-Hakim, Abu Nu’aim dan para
ulama lainnya dari ulama terdahulu dan sekarang, namun imam Nawawi tetap
mengambilnya karena –seperti yang disepakati oleh ulama lainnya- boleh
mengambil hadits dhaif (lemah) jika hanya berkaitan dengan fadlail a’mal
(perbuatan yang diutamakan). Meskipun demikian Imam Nawawi tidak hanya
bersandar pada hadits tersebut di atas namun berpedoman pada hadits
lainnya, sebagaimana sabda Rasulullah saw dalam hadits shahih, “Agar
dapat disampaikan orang yang menyaksikan kepada orang yang tidak
menyaksikan”. Dan hadits Rasul lainnya, “Allah memberkahi seseorang yang
mendengar sabdaku, lalu dia sadar dan menunaikannya seperti yang
didengarnya”. Karena itulah imam Nawawi mencoba mengumpulkan 40 hadits,
mengikuti dan meneladani apa yang disampaikan Rasulullah saw dan yang
banyak dilakukan oleh para ulama terdahulu.
Karena sebelumnya
para ulama banyak mengumpulkan 40 hadits berkaitan dengan ushuluddin
(dasar-dasar agama), sebagian lainnya mengumpulkan pada hadits yang
berkaitan dengan cabang-cabang ilmu, sebagian lainnya pada masalah
jihad, sebagian lainnya pada masalah adab (etika dan akhlaq) dan
sebagian lainnya juga ada yang mengumpulkan pada hadits-hadits tentang
khutbah Rasulullah saw, semuanya memiliki tujuan yang baik, karena itu
Imam Nawawi juga ingin berkecimpung dalam mengumpulkan 40 hadits yang
mencakup segala aspek kehidupan, berkaitan dengan kaidah agama yang
agung, aqidah dan syariah, ibadah dan muamalah. Namun demikian, untuk
melegalisasikan kebenaran hadits ini, imam Nawawi tidak mengambil hadits
dari yang dhaif kecuali berusaha mengambil atau mengumpulkan 40 hadits
dari hadits-hadits yang shahih, lebih banyak dari hadits-hadits yang
diriwayatkan oleh imam Bukhari dan Muslim.
Imam Nawawi
mengumpulkan 40 hadits dengan tidak menyebutkan secara lengkap
sanad-sanadnya; guna mempermudah menghafal dan lebih luas manfaatnya.
Dan bagi kita sebagai umat disarankan untuk mengambil, mempelajari dan
menghafal hadits-hadits tersebut, karena memiliki komprehensivitas dalam
kehidupan agama dan akhirat, ketaatan dan urusan duniawi.
Mengapa Harus Kitab Al-Arba’in Nawawiyah
Paling tidak ada beberapa alasan perlunya membahas kitab al-arba’in An-Nawawiyah:
- Karena mencakup segala urusan dan kebutuhan umat Islam di dunia dan di akhirat baik dari aqidah, hukum, syariah, muamalah dan akhlaq.
- Merupakan kumpulan hadits-hadits nabi pilihan, dan merupakan jawami’ul kalim yang memiliki keutamaan dalam pembahasan yang singkat dan padat.
- Hadits-haditsnya merupakan satu kesatuan yang menjadi cakupan ajaran Islam, baik setengahnya, atau sepertiganya atau seperempatnya.
- Banyak digunakan oleh para ulama untuk mengajarkan kepada umat Islam bahkan menjadi sandaran utama dalam memberikan pemahaman ajaran Islam sehingga sebagian ulama konsen dengan hadits-hadits ini lalu mensyarahnya dengan lebih rinci. Ada yang menyebutkan tidak kurang 51 kitab yang mensyarah hadits Al-Arba’in An-Nawiwayah.
Biografi Pengumpul Hadits Ar-Ba’in Imam Nawawi
1. Nama Lengkap, kelahiran, keturunan.
Imam
Nawawi dijuluki dengan Al-imam Al-hafizh al-auhad (satu-satunya)
al-qudwah (tauladan) Syaikhul Islam (syaikh islam) ilmu awliya (pemimpin
para wali) Muhyiddin ( pemberi kehidupan agama) Abu Zakariya (Bapaknya
Zakaria) Yahya bin Syaraf bin Muri Al-Khuzami Al-Hawaribi As-Syafi’i.
Beliau lahir pada bulan Muharram tahun 631 H.
Pada tahun 649, atau
pada umur 10 tahun beliau berkelana menuju kota Damaskus dan tinggal di
sana untuk menuntut ilmu, menghafal kitab at-tanbiih dalam kurun waktu
4,5 bulan, menghafal kitab al-muhadzdzab dalam kurun setengah tahun di
hadapan gurunya Al-Kamal bin Ahmad, kemudian menunaikan ibadah haji
bersama orang tuanya dan tinggal di kota Madinah selama satu setengah
bulan, dan menuntut ilmu di sana. Dikisahkan oleh Syeikh Abul Hasan bin
Al-Atthar bahwa imam Nawawi setiap belajar 12 mata pelajaran dan
menghafalnya di hadapan guru-gurunya dengan syarah yang begitu gamblang
dan benar; dua pelajaran pada kitab al-wasith, satu pelajaran kitab
al-muhadzab, satu pelajaran pada kitab al-jam’u baina as-shahihain, satu
pelajaran pada kitab shahih Muslim, satu pelajaran pada kitab al-Luma’
karangan Ibnu Jana, satu pelajaran pada kitab ishlahul mantiq, satu
pelajaran pada kitab tashrif, satu pelajaran pada kitab ushul fiqh, satu
pelajaran pada kitab “Asmaur rijal”, satu pelajaran pada kitab
ushuluddin.
Imam Nawawi berkata, “Saya berusaha melekatkan diri
dalam menjelaskan sesuatu yang sulit dipahami, menjelaskan ungkapan yang
samar dan menertibkan tata bahasa, dan Alhamdulillah Allah memberkahi
waktu yang aku miliki, namun suatu ketika terbetik dalam hati ingin
bergelut dalam ilmu kedokteran sehingga aku pun sibuk dengan ilmu
perundang-undangan, sehingga aku merasa telah menzhalimi diri sendiri
dan hari-hari selanjutnya aku tidak mampu melakukan tugas; akhirnya aku
pun rindu pada ilmu yang sebelumnya telah aku pelajari, aku jual kitab
perundang-undangan sehingga hatiku kembali bersinar.
2. Guru-guru imam Nawawi
Imam
Nawawi berguru pada syaikh Ar-Ridha bin al-Burhan, Syaikh Abdul Aziz
bin Muhammad Al-Anshari, Zainuddin bin Abdul Daim, Imaduddin Abdul Karim
Al-Khurasani, Zainuddin Khalaf bin Yusuf, Taqiyyuddin bin Abil Yasar,
Jamaluddin bin As-Shayarfi, Syamsuddin bin Abi Umar dan ulama-ulama
lainnya yang sederajat.
Beliau banyak belajar kitab-kitab hadits
seperti kutub sittah, al-Musnad, al-Muwattha, Syarah Sunnah karangan
Al-Baghwi, Sunan Ad-Daruquthni, dan kitab-kitab lainnya.
Sebagaimana
beliau juga belajar kitab al-Kamal karangan al-Hafizh Abdul Ghani
Alauddin , Syarah Hadits-hadits shahih bersama para muhaditsin seperti
Ibnu Ishaq Ibrahim bin Isa Al-Muradi. Belajar kitab Ushul dengan ustadz
Al-Qadhi At-tafalisi. Kitab Al-Kamal dengan ustadz ishaq al-Mu’arri,
Syamsuddin Abdurrahman bin Nuh, Izzuddin Umar bin Sa’ad Al-Arbali dan
Al-Kamal Salar Al-Arbali. Belajar kitab tentang bahasa bersama ustadz
Ahmad Al-Masri dan ustadz lainnya. Lalu setelah itu beliau konsen dalam
mengajarkan dan menyebarkan ilmu, beribadah, berdzikir, berpuasa,
bersabar dengan kehidupan yang sederhana, baik makan maupun pakaian.
3. Murid-murid Imam Nawawi
Adapun
murid-murid Imam Nawawi yang menjadi ulama terkenal setelah beliau
adalah Al-Khatib Shadr Sulaiman Al-Ja’fari, Syihabuddin Ahmad bin
Ja’wan, Syihabuddin Al-Arbadi, Alauddin bin Al-Atthar, Ibnu Abi Al-Fath
dan Al-Mazi serta Ibnu Al-Atthar.
4. Ijtihad Imam Nawawi, Aktivitas ubudiyahnya
Dikisahkan
oleh syeikh Ibnu Al-Atthar: Bahwa Imam Nawawi bercerita kepadanya,
beliau tidak pernah sedikit pun meninggalkan waktu terbuang sia-sia baik
malam ataupun siang hari bahkan saat berada dijalan. Beliau melakukan
mulazamah selama 6 tahun lalu menulis kitab, memberikan nasihat dan
menyampaikan kebenaran.
Imam Nawawi memiliki semangat yang tinggi
dalam beribadah dan beramal, teliti, wara’, hati-hati, jiwa yang bersih
dari dosa dan noda, jauh dari kepentingan pribadi, banyak menghafal
hadits, memahami seni dalam ilmu hadits, perawi hadits, shahih dan cacat
hadits, serta menjadi pemuka dalam mengenal madzhab.
Syeikh Imam
Rasyid bin Al-Mu’allim berkata, “Syeikh imam Nawawi adalah sosok yang
tidak terlalu banyak masuk ke dalam kamar mandi, menyia-nyiakan waktu
dalam makan dan berpakaian serta urusan-urusan lainnya, beliau sangat
takut terkena penyakit sehingga menjadikan dirinya lengah dalam
bekerja”. Beliau juga tidak mau makan buah-buahan dan mentimun, beliau
berkata, “Saya khawatir membuat diri saya lemas dan menjadi suka tidur”.
5. Kitab-kitab karangan Imam Nawawi
Di
antara kitab karangan Imam Nawawi adalah sebagai berikut: Syarah Shahih
Muslim, Riyadlus shalihin, Al-Adzkar, Al-Arbain, Al-Irsyad Fi ulumil
hadits, At-Taqrib, Al-Mubhamat, Tahrirul Al-Alfazh littanbih, Al-Idhah
fil Manasik, At-Tibyan fi Adabi Hamalatil Quran, Al-Fatawa, Ar-Raudlatu
Arbaati Asfar, Syarah Al-Muhadzab ila bab al-mirah (4 jilid) Syarah
sebagian kitab Al-Bukhari, syarah kitab al-Wasith dan banyak lagi kitab
lainnya dalam bidang hukum, bahasa, adab dan ilmu-ilmu fiqh.
6.Wara’nya Imam Nawawi
Imam
Nawawi adalah seorang ulama yang wara’ dan zuhud, beliau sama sekali
tidak menerima imbalan apapun dalam mengajar ilmu, beliau pernah
menerima hadiah lampu templok dari seorang fakir. Imam Burhanuddin
al-Iskandarani pernah mengajaknya buka puasa bersamanya, beliau berkata,
“Bawalah makananmu kemari dan kita berbuka bersama di sini, lalu beliau
makan hanya dua jenis makanan, selain itu ditinggalkan”.
Diceritakan
oleh Imam Quthbuddin Al-Yunini bahwa Imam Nawawi adalah satu-satunya
seorang ulama yang luas ilmunya, wara’, ahli ibadah, sederhana dan tidak
bermewah-mewah dalam kehidupannya.
7. Sikap Imam Nawawi terhadap raja
Imam
Nawawi selalu berhadapan dengan raja dan kezhaliman, mengingkari dan
mengingatkan mereka dalam bentuk tulisan dan peringatan akan azab Allah.
Di antara contoh surat beliau adalah sebagai berikut:
“Dari
Abdullah bin Yahya An-Nawawi, Salamullah alaikum warahmatuhu wabarakatuh
atas raja yang baik, raja para umara Badruddin, semoga Allah
mengekalkan baginya kebaikan dan membimbingnya dengan kebenaran dan
menyampaikannya menuju kebaikan dunia dan akhirat pada segala cita-cita
dan urusannya, serta memberikan keberkahan dalam setiap perbuatannya.
Amin.
Sebagaimana diketahui bahwa penduduk Syam sedang mengalami
kesempitan dan kekeringan karena sudah lama tidak turun hujan… beliau
menjelaskan secara detail dan panjang dalam surat tersebut kepada sang
raja, namun sang raja menjawabnya dengan lebih keras dan menyakitkan,
sehingga menambah runcing keadaan dan kekhawatiran para jamaah”.
Imam
Syeikh Ibnu Farh mengisahkan perjalanan hidup beliau yang penuh dengan
kenangan, beliau berkata, “Syeikh Muhyiddin An-Nawawi memiliki tiga
tingkatan yang jika setiap orang mengetahui akan setiap tingkatannya
maka akan segera pergi kepadanya, “Ilmu, zuhud dan al-amru bil ma’ruf
dan an-nahyu anil mungkar”.
8. Wafatnya Imam Nawawi
Setelah
melakukan perjalanan ke Baitul Maqdis dan kembali ke kota Nawa, Imam
Nawawi menderita sakit di samping orang tuanya, lalu meninggal pada
tanggal 24 Rajab tahun 676 H. dan dikubur di kota Yazar. Rahimahullah
al-imam An-Nawawi.
Sumber : http://hadis-arbain.blogspot.com
Sumber : http://hadis-arbain.blogspot.com
No comments:
Post a Comment