Sunday, January 22, 2012

Prosesi Pernikahan suku Lubai

Pendahuluan
 
Undang-undang Republik Indonesia Nomor : 1 tahun : 1974 tentang : Perkawinan. Pasal 1 : Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pasal 2, ayat (1) Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu.

Masyarakat di tanah air, sebagian besar menganggap bahwa perkawinan itu sah apabila sudah memenuhi syarat-syarat : hukum Negara, hukum agama dan hukum adat. Dalam pelaksanaannya perananan ketiga hukum tersebut tidak mutlak, tergantung dari sosio-kultural yang terbentuk dari masyarakat itu sendiri. Pada masyarakat Lubai (masuk rumpun suku Melayu), adat perkawinan yang berlaku mempunyai beberapa tahap yang harus dilaksanakan yaitu tahap perkenalan, tahap betepek barang, tahap melamar, tahap menentukan hari perkawinan.

Tahap perkenalan

Perkenalan adalah tahap awal perkawinan adat Lubai. Masa perkenalan diawali bersamaan dengan datangnya masa tanam padi, yang biasa dilakukan secara bergotong royong antar kelompok dalam satu desa. Acara perkenalan biasanya terjadi pada saat menabur benih yang dilakukan secara berpasangan antara bujang gadis yang belum menikah.

Dalam proses tabur benih, si bujang bertugas menugal, sedangkan si gadis menaburkan benih pada tugalan si bujang yang menjadi pasangannya. Kegiatan itu dilakukan sampai sore atau dilanjutkan keesokan harinya sampai kegiatan menabur benih selesai. Kelanjutannya, jika si bujang merasa cocok dan sesuai dengan si gadis, si bujang akan bertanya sendiri kepada si gadis atau mengutus seseorang untuk bertanya kepada pihak si gadis “Apakah si gadis sudah memiliki calon suami atau belum?”

Tahap betepek barang

Betepek barang adalah tahap kedua perkawinan adat Lubai. Betepek artinya menitipkan. Betepek barang adalah si bujang memberikan sesuatu barang kepada si gadis pujaan hatinya. Barang tersebut biasanya berupa sehelai kain perempuan ataupun sebentuk cincin, tergantun dari srata ekonomi si bujang. Tahap betepek barang ini merupakan tahap lanjutan dari tahap perkenalan. Pada tahap betepek barang, si bujang mengungkap rasa cinta yang mendalam kepada si gadis. Sebelum acara betepek barang biasanya si gadis meminta resru dulu dari kedua orang tuanya. Apabila kedua orang tuanya merestui jalinan kasih anaknya, maka tahap ini boleh dilaksanakan. Barang yang diberikan itu, merupakan hanya barang titipan. Banyak peristiwa beberapa masa yang lalu, terjadi perselisihan antara pihak keluarga si bujang dan si gadis yang mengakibatkan barang tepekan atau titipan itu, di ambil kembali oleh si bujang yang berarti putus pula jalinan kasih antara si bujang dan si gadis

Tahap ngule

Ngule adalah tahap ketiga perkawinan adat Lubai. Ngule berasal dari kata gule “gula”. Tahap ngule mempunyai makna si bujang memberikan kemanisan/kebaikan kepada si gadis, berupa suatu bantuan tenaga maupun materi kepada si gadis. Tahap ngule merupakan masa penilaian keluarga si gadis kepada si bujang sang calon menantu mereka. Aspek yang dinilai antara lain : Kebaikan budi pekerti, kerelaan memberikan materi, keterampilan kerja dan stamina. Dalam bahasa Lubai ”si bujang ini ilok hati ape dekde dan galak belakun ape dekde”

Pada tahap ini biasanya setiap si bujang berkunjung kerumah si gadis, maka ia akan membawa oleh-oleh seperti : Rokok, Kapur sirih, uang untuk si gadis membeli bedak. Apabila keluarga si gadis mempunyai kegiatan seperti : membuka ladang, menanam padi, membawa padi dari ladang ke rumah di Desa dan memperbaiki rumah, maka si bujang bahkan kadang kala pihak keluarga si bujang harus membantu. Ada pribahasa Lubai “Bahulah tekelatlat, rasan urung” artinya si bujang sudah banyak berkorban, namun tidak berjodoh dengan si gadis.

Tahap memadukan rasan

Memadukan rasan adalah tahap ke-empat perkawinan adat Lubai. Tahap ini orang tua si bujang berkunjung kerumah si gadis, atau mengutus beberapa orang kaum kerabatnya. Dalam pertemuan ini, biasanya dilaksanakan suatu dialog kedua belah pihak. Beberapa hal yang dimusyawarahkan seperti : kelanjutan hubungan kasih sayang antara si bujang dengan si gadis menuju suatu gerbang pernikahan, permintaan jujur oleh si gadis, permintaan biaya oleh orang tua si gadis, sekaligus penentuan hari perkawinan. Apabila kedua belah pihak telah mufakat, maka proses selanjutnya dapat dilaksanakan, sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Tahap mengantatkan Duit Jujur

Duit Jujur adalah tahap ke-lima perkawinan adat Lubai. Tahap ini orang tua si bujang berkunjung kerumah si gadis, atau mengutus beberapa orang kaum kerabatnya. Dalam pertemuan ini, biasanya dilaksanakan suatu dialog kedua belah pihak. Selanjutnya Duit Jujur diserahkan kepada orang tua si gadis. Biasanya besarnya Duit jujur *) tergantung dari kemampuan ekonomi keluarga orang tua si bujang. Duit jujur adalah uang permintaan si gadis kepada si bujang, yang merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi dalam tata pernikahan adat Lubai.

Tahap ngicau dudul

Ngicau dudul adalah tahap ke-enam perkawinan adat Lubai. Tahap ini keluarga si bujang dengan dibantu kaum kerabat membuat dodol. Mengapa tahap ini disebut ngicau dodol, karena proses pembuatan dodol memakan waktu yang lama lebih kurang 4 jam. Agar proses pembuatan dodol ini dapat berjalan dengan lancar dan dalam suasana kegembiraan maka acara ini banyak melibatkan kaum kerabat. Kaum kerabat sambil mengicau dodol, biasanya bercengkerama antar mereka. Apabila dodol hampir jadi, anak-anak boleh meminta dodol yang masih encer itu. Anak-anak yang minta dodol encer itu, biasa membawa daun jambu air. Pada kegiatan ini, nampak sekali suasana kegembiraan.

Cara membuat dodol yaitu : kelapa dikupas, dibersihkan dan langsung diparut, kemudian diperas untuk mengambil santannya, seterusnya dimasukkan kedalam kuali besar dan direbus sampai mendidih, tambahkan garam secukupnya, pewangi, gula merah, diaduk sampai gula merah meleleh, kemudian masukkan tepung ketan dan aduk terus sampai dodol masak, karena adonan tambah lama tambah kental, maka mengaduknya jangan sampai terhenti, kalau terhenti agak lama tentu hangus, apabila bikinnya banyak mengaduknya dua tiga orang dalam satu wajan.

Tahap behantat dudul

Behantat dudul adalah tahap ke-tujuh perkawinan adat Lubai. Sesuai dengan hasil kesepakatan pada saat memadukan rasan, maka pihak keluarga si bujang dan kaum kerabatnya mengantarkan dodol kerumah si gadis, Jumlah antaran dodol harus sesuai dengan yang diminta, apabila terjadi jumlah antaran masih kurang maka antaran harus disusulkan kembali, Di Lubai kenal jumlah antaran : 150 mukun, 200 mukun. Mukun adalah suatu tempat dari porselen yang ada tutup. Setiap mukun mampu menampung dodol seberat 1 (satu) kilo gram. Pada acara mengantar dodol ini, pihak keluarga si gadis memberikan jamuan kepada pihak keluarga si bujang sebagaimana mestinya.

Tahap akad nikah

Akad nikah adalah tahap ketujuh perkawinan adat Lubai. Sesuai dengan hasil kesepakatan pada saat memadukan rasan, maka pada hari yang telah ditentukan dilaksanakan acara akad nikah. Acara akad nikah ini dilaksanakan dirumah orang tua si gadis. Pada prinsip persyaratan akad nikah di Lubai, sesuai dengan syariat islam. Adapun beberapa hal tambahan itu merupakan diluar daripada acara akad itu sendiri.

Acara sebelum akad nikah dilaksanakan : rombongan calon mempelai pria yang terdiri dari mempelai pria, kaum kerabatnya dan pemain hadrah. Rombongan ini setelah sampai didekat rumah si calon mempelai wanita, disambut dengan tarian pencak silat “pagar ruyung”. Sipenari berjumlah 2 (dua) orang akan memain beberapa kembang pencak silat, dengan menggunakan sébilah pedang. Setelah acara tari pencak selesai, acara selanjutnya adalah pantun bersahut pembuka pintu. Salah seorang dari kaum kerabat calon mempelai pria akan berpantun dan akan dijawab oleh salah seorang dari kaum kerabat calon mempelai wanita.

Setelah berbalas pantun ini selesai, acara selanjutnya adalah penyerahan barang bawaan berupa : Benda perlengkapan rumah-tangga, Dinah empat terdiri dari (Sebilah Keris, Tempat Makan Sirih lengkap dengan isinya, Sehelai kain sarung laki-laki dan sehelai kain perempuan).

Sebagai acara puncak adalah akad nikah dimulai dengan susunan sebagai berikut : Pembukaan, Penyerahan calon mempelai pria, Sambutan pihak mempelai wanita, Pembacaan Ayat-ayat Al Qur’an, Khotbah nikah, Ijab qabul dan Doa.

Kesimpulan : Prosesi pernikahan suku Lubai menggunakan adat namun tidak menyimpang dari ajaran agama islam.

No comments:

Post a Comment