Konsep Good Governance dalam sistem pemerintahan
Marga di Sumatera Selatan sebagai salah satu bentuk tata pengaturan masayarakat
di Sumatera Selatan. Elemen-elemen komunitarian yang dinamis dalam
penyelenggaraan pemerintahannya (governance) yang berbasis komunitas menjadi
nilai-nilai tersendiri dalam sistem pemerintahan Marga.
Untuk
melacak konsep good governance dalam sistem Marga ini, ada dua hal yang
terpenting yaitu :
- Pengelolaan sumber daya bersama;
- Pengelolaan konflik.
Kedua
hal tersebut merupakan bentuk pengaturan kehidupan masyarakat yang berbasis
komunitas ditingkatan Marga. Sistem Pemerintahan
Marga, sebelum lebih jauh membicarakan mengenai konsep good
governance dalam sistem pemerintahan Marga ada baiknya terlebih dahulu saya
mencoba untuk menjelas kan mengenai sistem pemerintahan Marga di Sumatera
Selatan.
Pada
awalnya di dalam masyarakat Sumatera Selatan tidak dikenal istilah Marga namun
lebih dikenal dengan istilah Sumbay (khusus pada masyarakat Pasemah).
Amternar-amternar Belanda dan Inggris seperti Mars dan Raffles tidak pernah
menyebut istilah Marga. Mereka menyebut sebagai suatu kesatuan masyarakat
seperti Sumbay (Pasemah), Petulai (Rejang). Sumbay adalah suatu sistem organisasi
sosial yang berdasarkan pada hubungan silsilah. Suatu Sumbay biasanya didasari
pada suatu kelompok orang yang memiliki nenek moyang (puyang) yang sama atau
biasa disebut dalam ilmu antropologi sebagai clan/garis keturunan. Pada umumnya
empat buah Sumbay membentuk sebuah suku. Setiap Sumbay dikepalai oleh seorang Jurai Tue yang diberi sebutan Paselurah.
Sebuah suku juga diatur oleh suatu musyawarah Jurai Tue, yang dipimpin oleh
seorang tetua diantara mereka. Kalau Mars dan Raffles melihat kesatuan tersebut
sebagai kesatuan masyarakat yang bersifat geneologis.
Sultan-
Sultan dari Kesultanan Palembang Darusalam yang berdasarkan kebijakan
pemerintahanannya melihat kesatuan-kesatuan masyarakat tersebut bersifat
teritorial yang disebut Marga. Marga yang dibentuk oleh Kesultanan Palembang
Darusalam merupakan gabungan dari beberapa (berkisar antara tiga atau lebih)
kesumbayan yang berada diarea bersebelahan dalam kesatuan organisasi dibawah
kepemimpinan seorang Pasirah. Pada masa kesultanan inilah pemerintahan Marga
mulai dilembagakan menjadi pemerintahan terendah dibawah kesultanan Palembang
Darusalam.
Istilah
Marga yang didapat dalam piagam-piagam Kesultanan Palembang Darusalam sekitar
abad ke 18 tersebut, berasal dari bahasa sangkrit yaitu “Varga” yang memiliki
makna serikat dusun-dusun baik berdasarkan geneologis maupun teritorial. Hal
ini yang membedakan istilah Marga dalam masyarakat Sumatera Utara (Batak) yang
hanya sebagai batas identitas kesatuan berdasarkan geneologis saja. Dari
pejelasan diatas dapat dikatakan bahwa Marga di Sumatera Selatan berasal dari
serikat dusun baik atas dasar susunan masyarakat yang berdasarkan suatu
teritorial tertentu (afdeeling territorial) maupun rumpun keluarga
(genealogis). Pemerintahan Marga merupakan susunan masyarakat yang berdasarkan
adat dan hukum adat, serta mempunyai wilayah tertentu. Marga hidup menurut adat
yang berlaku sejak Marga itu mulai dibentuk jauh di waktu yang lampau. Adat
menjiwai kehidupan warganya, masyarakat dan pemerintahnya. Selain itu masyarakatnya
juga mempunyai ikatan lahir batin yang kuat, yang sejak awalnya telah memiliki
hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri (Hak Otonom). Dilihat
dari bentuk pemerintahannya, Marga merupakan komunitas asli atau yang kita
sebut masyarakat adat yang berfungsi sebagai self governing community, yaitu
sebuah kominitas sosio-kultural yang bisa mengatur diri sendiri. Mereka
memiliki lembaga sendiri, perangkat hukum, dan acuan yang jelas dalam menjalani
kehidupan bermasyarakat, serta tidak memiliki ketergantungan terhadap pihak
luar, karena memang mereka bisa melakukan segala sesuatunya sendiri. Selain itu
pemerintahan Marga juga memiliki ruang lingkup kewenangan, meliputi kewenangan
perundangan, kewenangan pemerintahan/ pelaksanaan, kewenangan peradilan dan
kewenangan kepolisian.
Sehingga
sistem pemerintahan Marga ini dapat dipahami sebagai.
- Marga adalah masyarakat hukum, berfungsi sebagai kesatuan wilayah pemerintahan terdepan ditingkat lokal;
- Marga, berhak mengurus rumah tangganya sendiri berdasarkan hukum adat;
- Susunan pemerintahan Marga ditentukan oleh hukum adat melalui konstitusi/undang-undang Simbur Tjahaja (peraturan tertulis yang dibuat oleh Kesultanan Palembang Darusalam);
- Pemerintah Marga didampingi Dewan Marga membuat peraturan dalam rangka kewenangan menurut hukum adat;
- Pemerintah Marga dalam menetapkan sanksi atas peraturan.
Dalam pemerintahan
Marga aturan-aturan yang dipakai mengacu pada undang-undang Simbur Cahaya,
begitu juga dalam pengaturan pemerintahannya. Pemerintahan Marga dalam
undang-undang Simbur Cahaya terdiri dari beberapa dusun, sedangkan dusun
terdiri dari beberapa kampung. Masing-masing unit sosial ini dipimpin oleh
seorang Pasirah, Kerio dan Penggawa. Pembarap ialah kepala dusun (Kerio) dimana
seorang pasirah tinggal. Seorang Pembarap mempunyai kekuasaan untuk
menggantikan seorang Pasirah apabila Pasirah berhalangan hadir dalam suatu
acara/kegiatan. Pasirah dan Kerio dibantu oleh Penghulu dan Ketib dalam
penanganan urusan religius atau keagamaan. Kemit Marga dan Kemit dusun
ditugaskan untuk mengatasi permasalahan yang berhubungan dengan urusan
keamanan. Sistem Marga sendiri sebenarnya sudah lama menjadi bagian dari
identitas dan basis kehidupan masyarakat lokal di Sumatera Selatan. Sebagai
entitas self-governing community, Marga mempunyai seperangkat aturan adat untuk
mengelola hubungan sosial; seperti adat hak waris, pernikahan, gotong-royong,
penyelesaian konflik antarwarga adat, nilai-nilai penghargaan etnis pendatang,
tata cara menjaga wilayah tanah –kedaulatan– masyarakat adat, membagi
sumberdaya ekonomi secara komunal dan adil serta mengatur sistem pemerintahan lokal
secara otonom. Nilai-nilai tradisi seperti inilah menjadi dasar-dasar filosofi
yang telah menjamin kesejahteraan dan keharmonisan masyarakat di tingkat Marga.
Keteraturan sosial yang diciptakan dalam sistem pemerintahan Marga telah mampu
menjadi instrumen bagi ketirtiban sosial di tingkat Marga. Prioritas politik
(pengabilan keputusan), sosial, dan ekonomi diatur sedemikian rupa sehingga
tidak merugikan masyarakat ditingkat Marga. Good Governance Dalam Sistem
Pemerintahan Marga Kata governance secara terminologis, artinya kepemerintahan,
sehingga harus dipahami sebagai suatu proses pemerintahan, bukan struktur atau
institusi. Sifatnya pun inklusif, sehingga meleburkan perbedaan antara
“pemerintah” dengan “yang diperintah” (masyarakat). Dalam governance ada sebuah
mekanisme pengelolaan sumberdaya ekonomi, sosial dan politik yang melibatkan
pengaruh dan peran sektor pemerintah (Marga) dan non pemerintah (masyarakat)
dalam suatu kegiatan kolektif. Sehingga tercipta sebuah konsesus bersama dalam
menjalankan roda pemerintahan ditingkat Marga.
Good
Governance pemerintahan Marga memiliki 8 ciri umum, yaitu : akuntabilitas,
transparansi, keadilan, penerapan hukum, efektivitas dan efisien, resposifitas,
pedekatan konsensus dan partisipasi publik. Dalam dukumen kebijakan UNDP,
dijelaskan juga bahwa ada 6 ciri-ciri pemerintahan yang baik itu adalah :
Mengikut sertakan semua Transparan dan bertanggung jawab Efektif dan adil
Menjamin adanya supremasi hukum Menjamin bahwa prioritas-prioritas politik,
sosial dan ekonomi didasarkan pada konsensus masyarakat Memperhatikan
kepentingan mereka yang paling miskin dan lemah dalam proses pengambilan
keputusan menyangkut aloksi sumberdaya pembangunan Hal ini dianggap banyak
kalangan, dapat menjamin mengurangi tingkat korupsi, keterwakilan, terakomodasi
dan responsif atas kebutuhan masyarakat. Dari beberapa ciri-ciri pemerintahan
yang baik diatas kalau kita lihat sebenarnya ada beberapa ciri yang telah lama
diterapkan dalam pemerintahan Marga di Sumatera Selatan. Walaupun memang diakui
tidak semua ciri tersebut bisa ditemukan dalam sistem pemerintahan Marga. Namun
setidaknya dalam hal aturan-aturan yang dianut oleh masyarakat Marga
diselenggarakan berdasarkan konsensus bersama antar masyarakat. Sehingga
apabila ada masyarakat yang mencoba melanggar maka akan dikenakan sanksi tegas
(rule of law). Sepeti dijelaskan diatas tadi dalam tulisan ini saya ingin meng
- identifikasikan konsep good governance dalam sistem Pemerintahan Marga dalam
pengelolaan konflik dan pengelolaan sumber daya bersama yang diatur ditingkat
Marga, yang tentunya berdasarkan aturan main, nilai dan norma yang berlaku di
tingkat Marga. Kedua aturan ini yang berlaku di masyarakat setidaknya bisa
menjadi bagi memahami konsep good governance yang ada di pemrintahan
Marga.
- Pengelolaan Konflik Komunitas adat di Sumatera Selatan memiliki karakteristik berbeda dengan masyarakat adat lainnya di Indonesia. Masyarakat luar mengenal masyarakat Sumatera Selatan sebagai komunitas temperamental dan mudah marah. Kadangkala persoalan sepele dapat menimbulkan perselisihan yang berujung korban jiwa. Tetapi di balik sifatnya yang keras, mereka sesungguhnya siap diajak bermusyawarah dan berdialog untuk menyelesaikan berbagai masalah. Baik masalah pribadi maupun masalah yang berkenaan dengan kepentingan adat, termasuk jika ada perselisihan dengan komunitas dari luar. Dalam masyarakat adat Sumatera Selatan, telah dikenal bentuk-bentuk komunikasi antar masyarakat yang telah mengakar dan sering digunakan media penyelesaian konflik antar warga maupun konflik dengan komunitas di luar mereka. Mekanisme itu adalah Tepung Tawar dan Are Basare. Tepung Tawar adalah acara adat yang dilakukan untuk mengangkat persaudaraan antar warga atau antar keluarga ketika mereka berselisih dan berniat menyelesaikannya. Perselisihan itu umumnya didamaikan dan difasilitasi oleh para pemangku adat.Sedangkan Are Basare adalah mekanisme adat yang dimaksudkan untuk mengangkat persaudaraan antar keluarga melalui acara pernikahan, khitanan, dan pesta lainnya. Ini dilakukan apabila kebetulan nama tamu (baik suami, istri atau anak) dari luar komunitas adat sama dengan nama tuan rumah yang punya hajat. Dengan disaksikan banyak orang yang hadir lantas warga yang namanya sama disumpah dengan cara adat. Peristiwa pengangkatan saudara seperti ini juga dikenal dengan Angkan Angkanan. Mekanisme-mekanisme tersebut ditopang dengan kepemimpinan adat yang baik. Jika dicermati sesungguhnya peran pemimpin atau pemangku adat sangat penting dalam dinamika masyarakat adat. Meskipun model kepemimpinan adat bersifat tradisional namun ia mempunyai nilai-nilai yang dapat menjadi energi positif yang dapat ditransformasikan kepada warga. Kepemimpinan adat di Sumatera Selatan mengandalkan dialog dan musyawarah yang demokratis yang merupakan sebuah konsep dalam good governance. Hal ini dilakukan mengingat dalam adat dikembangkan nilai dan norma kesejajaran sebagai anggota masyarakat adat dan saling menghargai satu dengan yang lain. Sehingga tercipta tatanan masyarakat yang tahu akan hak dan kewajibannya.
- Pengelolaan Sumberdaya Bersama Hak mengelola sumberdaya merupakan hak yang mendasar (basic right) bagi pemerintahan Marga, untuk bersama-sama mengatur dan mengurus kepentingan dirinya sendiri (otonomi). Pengelolaan sumberdaya bersama dalam ditingkat Marga ini yaitu hak ulayat atas tanah sekaligus mencakup hak atas hutan (desa) di atasnya, dan hak atas isi bumi yang dapat digali secara adat oleh penduduk desa. Bagi masyarakat Marga, tanah bukan sekedar dianggap sebagai sumber penghidupan (pertanian, perkebunan, pertambangan) secara ekonomi saja. Tanah adalah warisan dari para leluhurnya yang dikubur di dalam tanah itu. Masyarakat Marga secara spiritual menganggap tanah sebagai jalur hubungan dengan para leluhurnya. Rasa hormat dan terima kasih kepada para leluhur itu dibuktikan dengan menggarap dan memelihara tanah sebaik mungkin. Hak ulayat yang dimiliki oleh masyarakat desa secara komunal memberikan dasar yang amat kuat untuk menyelenggarakan hubungan lahir-batin dengan para leluhurnya. Bagi masyarakat Marga tanah merupakan sumber kehidupan mereka, apalagi masyarakat Marga merupakan petani murni yang menggantungkan kebutuhan hidupnya pada pengelolaan tanah. Marga dan Dusun mempunyai hak kuasa atas tanah, walaupun seringkali diatas hak kuasa Dusun ada hak kuasa Marga. Hak kuasa itu meliputi air sungai, rawa, danau, dsb. Campur tangan Dusun dan Marga sangat besar terhadap keberadaan tanah milik Dusun dan Marga. Yang tujuannya untuk kesejahteraan bersama. Walaupun dalam pengelolaan tanah itu dibebaskan kepada masyarakat Marga untuk mengelolanya akan tetapi harus mematuhi koridor yang telah ditetapkan secara bersama-sama menurut aturan adat. Hal ini dilakukan untuk memberi batasan mana tanah yang boleh digarap dan mana yang tidak, sehingga keseimbangan alam dapat dijaga dengan baik.
Dalam
sisitem pemerintahan Marga ada beberapa tanah yang dikuasai Marga untuk
dikelola demi kesejahteraan bersama, antara lain : Hutan Larangan adalah hutan
ramuan yang ditetapkan oleh Marga. Hutan larangan tidak boleh digunakan untuk
membuat ladang atau berkebun. Namun penduduk dapat memanfaatkan kekayaan hutan
tersebut dengan meminta izin (Pasirah atau Kerio), untuk perluan sendiri
(ramuan rumah). Rimba Tua adalah hutan yang padat dengan pohon besar yang
berumur diatas 10 tahun Belukar Muda adalah hutan belukar yang pernah ditanami
oleh penduduk, tetapi telah di tinggalkan Rimba Alas adalah hutan yang penuh
dengan pepohonan yang luan dan belum pernah di eksplorasi Keempat wilayah ini
merupakan lahan-lahan yang dikuasai Marga dan boleh gunakan hanya dengan izin
dari seorang kepala Marga (Pasirah). Penguasaan atas tanah ini juga digunakan
sebagai cadangan bagai mereka yang tidak mempunyai tanah garapan namun tetap
dipergunakan untuk kepentingan bersama. Walaupun ada tanah-tanah yang dikuasai
oleh Pemerintahan Marga namun ada juga tanah yang dimiliki pribadi oleh
masyarakat Marga untuk bertani. Penutup Dalam kondisi seperti diatas tadi dapat
kita simpulkan bahwa sistem pemerintahan Marga benar-benar berfungsi untuk
memenuhi kepentingan bersama (kolektif). Pengelolaan konflik dan pengelolaan
sumberdaya bersama merupakan sebuah cara yang dilakukan oleh pemerintahan Marga
untuk membentuk nilai-nilai sosial ditingkatan Marga. Atauran main, nilai dan
norma yang dijalankan oleh pemerintahan Marga menjadi panutan yang dijalankan
oleh masyarakat setempat. Sehingga konsep good governance yang diterapakan
dalam sistem pemrintahan Marga benar-benar berdasarkan nilai-nilai masyarakat
setempat. Pengaturan kehidupan masyarakat di tingkat Marga juga menekankan
aspek keseimbangan dan harmoni relasi sosial, komualisme, kesetaraan,
solidaritas sosial dan kebaikan bersama.
Sumber
: http://rejangonline.wordpress.com
No comments:
Post a Comment