Wednesday, December 12, 2012

Kitab Simbur Cahaya III

Kitab Simbur Cahaya merupakan kitab undang-undang hukum adat, yang merupakan perpaduan antara hukum adat yang berkembang secara lisan di pedalaman Sumatera Selatan, dengan ajaran Islam. Kitab ini diyakini sebagai bentuk undang-undang tertulis berlandaskan syariat Islam, yang pertama kali diterapkan bagi masyarakat Nusantara.

Kitab Simbur Cahaya, ditulis oleh Ratu Sinuhun yang merupakan isteri penguasa Palembang, Pangeran Sido Ing Kenayan (1630—1642 M). Kitab ini terdiri atas 5 bab, yang membentuk pranata hukum dan kelembagaan adat di Sumatra Selatan, khususnya terkait persamaan gender perempuan dan laki-laki.

Pada perkembangan selanjutnya, ketika Palembang berhasil dikuasai Kolonial Belanda. Sistem kelembagaan adat masih dilaksanakan seperti sediakala, yaitu dengan mengacu kepada Undang Undang Simbur Cahaya, dengan beberapa penghapusan dan penambahan aturan yang dibuat resident.

Berdasarkan informasi dari penerbit “Typ. Industreele Mlj. Palembang, 1922”, Undang Undang Simbur Cahaya terdiri dari 5 bagian, yaitu :
  1.  Adat Bujang Gadis dan Kawin (Verloving, Huwelijh, Echtscheiding)
  2. Adat Perhukuman (Strafwetten)
  3. Adat Marga (Marga Verordeningen)
  4. Aturan Kaum (Gaestelijke Verordeningen)
  5. Aturan Dusun dan Berladang (Doesoen en Landbow Verordeningen) 

BAB III Aturan Dusun dan Berladang. 

Pasal 1


Di dalam suatu dusun ditetapkan satu pemimpin yang memerintah dusun. 

Pasal 2

Di dalam satu dusun pemimpin ditetapkan satu khatib yang di tetapkan oleh hakim. 

Pasal 3


Kepala dusun dan pegawainya hendak pakai kopiah penjalin.

Pasal 4


Tidak boleh pemimpin mengangkat atau memberhentikan pegawai nya, tanpa ada sebab tertentu. 

Pasal 5

Di tiap-tiap dusun diatur kepala dusun dua sampai delapan orang atas keptutan pesyirah. 

Pasal 6

Dan jika ada orang asing sampai di dalam dusun tidak menunjukkan surat pas, hendaklah kepala dusun menangkapnya, dan menyerahkan kepada kepala desa. 

Pasal 7

Siap-siapa yang tidak turun waktu sampai gilirannya kepala dusun, putus kepala dusun namanya, kena denda satu ringgit serta kena bayar upah kepada orang yang menggantikannya. 

Pasal 8

Jika orang punya rumah dimasuki orang jahat atau pencuri masuk dusun tidak dengan pengetahua kepala dusun maka dihukuum dari satu sampai tiga bulan. 

Pasal 9


Jika orang dagang atau orang lain singgah di dusun atau ladang dengan maksud akan bermalam hendaklah kepala dusun memeriksa surat pas nya. 

Pasal 10

Orang dusun tidak boleh berjualan atau membeli orang yang mmempunyai pekerjaan. 

Pasal 11

Segala mata pajak hendak berumah di dusun dan ttidak boleh lebih dari dua penunggu di dalam satu rumah. 

Pasal 12

Jika orang berladang, dan apabila ladangnya terbakar dan mengenai ladang orang lain, maka orang itu dikenakan denda. 

Pasal 13

Jika orang punya rumah terbakar karena kurang dijaga, tetapi tidak tidak ada di tempat yang punya rumah maka itu dinamakan kecelakaan.makka orang yang rumahnya terbakar mendapatkan denda 6 ringgit. 

Pasal 14

Jikka orang punya rumah didalam dusun terbakar sebab kurang penjagaan maka orang itu kena tepung dusyun: kerbau satu, beras 100 gantang, kelapa 100 biji, gula 1 guci, bekasam 1 guci. 

Pasal 15

Tiap-tiap tahun hendak prihatin membagi tanah akan berladang kepada masyarakatnya dan hendaklah ia memeriksa, apakah masyarakat bisa menjaga ladang atau tidak. 

Pasal 16

Hendak pesyirah memperhatikan mejaga supaya jangan masyarakat memanen kapas sebelum masak. 

Pasal 17

Pesyirah hendak selalu berjaga supaya masyarakat tidak mengambil uang panjar pada orang dagang atas tanaman yang belum masak. 

Pasal 18

Orang yang berkebon kekuasaanny atas tanang di darat kebonnya batas satu bidang dari umahnya itu. 

Pasal 19

Aturan tanah nurung tidak boleh di pakai lagi. 

Pasal 20

Jika orang membakar ladang lantas orang lain punya tanaman seperti duren, maka orang itu dikenakan denda dari 6 ringgit dan dikenakan ganti rugi tanaman yang terbakar tersebut. 

Pasal 21

Dan jika orang memakai ladang dekat orang punya kebon serta bekasnya sudah terbuat dari keputusan orang yang punya kebon maka kebon itu hangus juga tidak ada yangg diganti oleh orang yang memaki ladang tersebut. 

Pasall 22

Kerbau pada malam hari harus dikandang dan dilepaskan pada siang hari tetapi orang yang punya kerbau menanggung segala hal jika ada orang punya kebon sawah atau ladang dirusak oleh kerbaunya. 

Pasal 23

Jika ada kerbau mati ditubruk orang atau sebab yang lainnya, dan mati maka orang yang menumburnya dikenakan denda 4 sampai 8 ringgit. 

Pasal 24

Yang boleh dikatakan kota sawah atau ladang, jika digunjang lantas panjang kota tiga depa tidak bergerak atau mati. 

Pasal 25

Jika orang banyak yang membuka sawah maka roboh sawah yang kurang tegak. 

Pasal 26

Kerbau yang lepas dan yang merusak ladang dapat ditangkap dan yang punya kerbau harus menebus kerbaunya 2 ringgit. 

Pasal 27

Jika orang lepaskan kerbau di dalam hutan sampai tidak dicirikan, hingga kerbau itu menjadi jalang. 

Pasal 28

Jika orang hendak sedekahkerbau atau kambing yang jadi niat hendak dipotong di dusun tidak boleh di potong di ladang. 

Pasal 29

Jika orang menjual ladang atau sawah hendak melapor kepada kepala dusun. 

Pasal 30

Jika orang menjual kebon tidak dengan perjanjian tidak boleh ditebus.

Pasal 31

Jika orang akan berladang di marga asing, hendaklah minta izin kepada pesyirah dan dia membayar sewa tanah pada orang yang punya sawah. 

Pasal 32

Jika orang yang menumpang berladang atau berkebon di tanah dusun lain hendak balik ke dusunnya, semua tanaman kembali keorang yan mempunyai tanah.

Pasal 33

Jika orang numpang bertemu gading atau cula yang sudahh mati melainkan dibagii tiga. 

Pasal 34

Jika orang dusun bertemu kayyu didalam batas dusun bole ditebas karena itu masih milik dusun tersebut. 

Pasal 35

Tidak boleh orang nuboki sungai jika tiada keterangan dari kepala dusun.

Pasal 36

Siapa-siapa yang berjudi atau sabung tidak dengan izin yang berkuasa, maka mendapatkan hukuman yang dijatuhi oleh raja. 

Pasal 37

Trimuan habis musimnya hendak dibuang oleh orang dusun. 

Pasal 38

Yang dikatakan sialang kayu : tendiket, benaket, lagen. Yang lain seperti kayu labu tidak boleh disebut sialang meski kayu itu sudah berbuah. 

Sumber : id.wikipedia.org



No comments:

Post a Comment