Saturday, October 6, 2012

Kayu Mahang

Nama Botanis

Menurut Slik (2006) dalam Damiri dkk (2009) kayu Mahang (Macaranga gigantea Mull.Arg.) termasuk dalam famili Euphorbiaceae. Klasifikasi  Kayu Mahang adalah sebagai berikut regnum (plantae/plantarum), Devisi (Spermatophyta), Sub devisi (Angiospermae), Kelas (Dicotyledoneae), Ordo (Geraniales), Famili (Euphorbiacea), Genus (Macaranga), Spesies (Macaranga gigantea Mull.Arg)
Nama-nama Mahang di tiap daerah Kalimantan (Badad, Bangauwang, Brunt, Malau, Marakubong, Merkubong, Sedaman, Talinga gajah). MTC Wood Wizards (2008) dalam Standard Malaysian dan  ASEAN Standard nama daerah kayu Mahang  Benuah (Sarawak), Kubin (Peninsular Malaysia), Linkabong (Sabah), Mahang (Peninsular Malaysia), Marakubong (Sabah), Merkabong (Sabah), Mesepat (Peninsular Malaysia) and Medaman (Sabah). Menurut Slik (2006) persamaan jenis adalah Macaranga incisa Gage, Macaranga megalophylla (Mull.Arg) Mull.Arg., Macaranga rugosa (Mull.Arg.) Mull.Arg., Mappa gigantea Reichb.f. & Zoll., Mappa macrophylla Kurz ex Teijsm. & Binn., Mappa megalophylla Mull.Arg., Mappa rugosa Mull.Arg. Menurut MTC Wood Wizards (2008) dalam Standard Malaysian dan  ASEAN Standard persamaan jenis adalah M. beccarianus, M. hosei, M. hypoleuca, M. lowii, M. pruinosa and M. winkler     ( Slik 2006 dalam Damiri dkk, 2009).

Penyebaran

Daerah penyebaran kayu Mahang adalah Burma, Thailand, Peninsular Malaysia, Sumatra, Borneo (Sarawak, Brunei, Sabah, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur), dan Sulawesi (Slik, 2006). Daerah penyebaran Mahang di Indonesia meliputi Jawa, Sumatera dan Kalimantan (Kartasujana dan Martawijaya, 1979 dalam Damiri dkk, 2009). 

Sifat Botanis

Ciri-ciri lapangan tinggi pohon dapat mencapai 25 m dan diameter 55 cm. Batang lurus, bulat, tidak berbanir, berkulit halus dengan warna coklat muda abu-abu. Tajuk agak melebar dan tidak seberapa lebat. Daun tunggal berbentuk bulat telur yang melebar dan bercagap dalam tiga. Permukaan bawah daun putih, berbuku halus dengan urat daun menjari. Daun yang berbentuk setengah bulatan (Balai Penelitian Hasil Hutan Bogor, 1983). Menurut Mandang (1991) dalam (Damiri dkk, 2009) kayu Mahang berwarna putih kecoklatan, batas antara kayu gubal dan kayu teras tidak jelas, lingkaran tumbuh tidak jelas, kesan raba agak licin dan susunan pori tata baur.
Menurut (Slik 2006 dalam Damiri dkk, 2009) tajuk termasuk sub kanopi mencapai ketinggian lebih dari 28 m dengan diameter setinggi dada 50 cm. Stipula panjang 43 mm. Daun majemuk, bentuk alternate, sederhana, 3 kelopak daun, pembuluh seperti palma, peltate, pinggir daun bergerigi, permukaan bawah berbulu halus. Diameter bunga 0,5 mm, warna kehijauan, Tergabung dalam bentuk bundel tumbuh pada cabang besar. Buah diamater 7 mm, berwarna hijau kuning kecoklatan, 2 kelopak, bentuk kapsul, biji berwarna ungu kemerahan.  

  Tumbuh pada hutan campuran dipterocarp dengan ketinggian sampai lebih 600 m dpl. Mahang dapat tumbuh dengan baik pada hutan sekunder dan terbuka. Sering kali dijumpai sepanjang kiri-kanan jalan HPH dan pada daerah berpasir dan pasir berlempung (MTC Wood Wizards, 2008).


Sifat Dasar Kayu

Menurut As’ari (1999) hasil pengamatan pada penampang lintang batang diperoleh warna kayu Mahang dominan putih kecoklat-coklatan, batas antara kayu gubal dan kayu teras tidak jelas dan riap tumbuh tidak jelas. Getah kayu berwarna merah serta tidak memiliki bau yang khas dan rasanya tawar. Arah serat lurus dan tekstur agak halus, pembuluh tidak nampak dengan mata biasa. Pola penyebaran pembuluh tata baur dan merupakan gabungan radial. Persentase serabut kayu Mahang sebesar 52,47 % adalah lebih besar dari 50 % tergolong tinggi akan menghasilkan rendemen pulp yang tinggi. Pendapat ini diperkuat Soenardi (1976) bahwa persentase serabut yang besar berarti baik sebagai bahan baku pulp. Ditunjang dengan berat jenis kayu Mahang volume basah adalah 0,33 tergolong kayu ringan, sehingga memudahkan pembuatan partikel kayu sebagai bahan baku pulp.

      Kayu Mahang memiliki kadar air basah 57,77 % dengan berat jenis 0,33. Kestabilan dimensi kayu Mahang termasuk klasifikasi sedang, setelah diperlakukan dengan urea pada taraf konsentrasi 40 % kestabilan dimensi meningkat dengan T/R = 1,70 dan T/R = 1,57 untuk konsentrasi 50 % (Natalianto, 2000). Sifat-sifat kayu Mahang mempunyai berat jenis minimum 0,33 dan maksimum 0,55; kelas awet IV – V dan kelas kuat II – IV (Kartasujana dan Martawijaya, 1979). Sifat kimia kayu Mahang dalam penelitian Rumiana (1999) diperoleh nilai kandungan ekstraktif larut dalam air dingin 1,2361 %, air panas 3,4487 %, alkohol benzena 3,9278 %, kadar lignin 17,2016 % dan kadar abu 0,3613 %.

Kayu Mahang termasuk kayu lunak dan kekerasan ringan sampai sedang, pada umumnya spesies ini kerapatan berkisar dari 270-495 kg/m3 kering udara. Di Malaysia kayu ini diklasifikasikan kayu ringan berdaun lebar. Selanjutnya dikatakan keawetan alami kayu ini tidak tahan lama, tekstur sangat bagus dan berserat lurus berpadu, kayu Mahang mudah dikerjakan. Sedangkan menurut Malik dan Rachman (2002) pengerjaan menggunakan standar ASTM D 1666-64 (1978) yang dimodifikasi bahwa penyerutan kayu Mahang termasuk kelas pemesinan 1, dalam pembentukan termasuk kelas pemesinan 1, untuk pembubutan termasuk kelas IV, dan dalam pengapelasan termasuk kelas I.

Kegunaan

    Kayu Mahang dapat dibuat menjadi papan wol menggunakan perekat semen, dalam (Belinda dkk, 2011) perlakuan ekstraksi tidak berpengaruh nyata pada sifat fisika papan wol kayu semen Mahang, sebaliknya pada sifat mekanika kayu, ekstrasi panas terbukti memberi pengaruh nyata untuk meningkatkan nilai MoE dan MoR serta memperkecil nilai pengurangan tebal akibat tekanan. Secara umum perlakuan ekstarksi panas memberikan kualitas sifat fisika dan mekanika papan wol semen yang lebih baik dibandingkan tanpa perlakuan ekstraksi.
Menurut Fanshurna (2009), dari hasil penelitian yang didapat, briket arang kayu Mahang memiliki nilai kalor yang tinggi dengan rerata sebesar 6,599,14 kal/gr, tetapi pada kerapatan dan keteguhan tekan briket arangnya, sangat rendah dan tidak memenuhi SNI. Sehingga dapat disimpulkan bahwa briket arang kayu Mahang baik untuk menjadi bahan bakar karena nilai kalor yang tinggi, tetapi tidak tahan terhadap tekanan, benturan yang menyebabkan briket arangnya mudah hancur.  
Kayu Mahang bisa digunakan untuk bahan bangunan, pembuatan kayu lapis, bahan pembungkus untuk peti/kotak, korek api, pulp dan moulding (Direktorat Jenderal Kehutanan, 1976).
Badan Revitalisasi Industri Kehutanan (2008) dalam Damiri dkk (2009) menyatakan bahwa batang kayu Mahang yang dikupas sering digunakan oleh penduduk untuk bahan bangunan sementara yang tidak berhubungan dengan tanah. Kayunya digunakan juga untuk rangka ringan, perlengkapan interior, moulding, reng, peti pengepak, pelampung, dan  kano. Dari kayu Mahang dapat dihasilkan pulp berkualitas tinggi dan untuk pembuatan kayu lapis. Kayu ini cukup baik untuk kayu bakar.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor (2001) menyatakan bahwa kayu Mahang yang tumbuh di Jambi terlalu ringan dan lunak untuk bahan konstruksi di mana sifat kekuatan merupakan hal utama, namun Mahang menghasilkan serat berkualitas baik sehingga dapat dianjurkan untuk dibudidayakan sebagai sumber serat.2.2

No comments:

Post a Comment