Nama Botanis
Menurut Slik (2006) dalam Damiri dkk (2009) kayu Mahang (Macaranga gigantea Mull.Arg.) termasuk dalam famili
Euphorbiaceae. Klasifikasi Kayu
Mahang adalah sebagai berikut regnum
(plantae/plantarum), Devisi (Spermatophyta), Sub devisi (Angiospermae),
Kelas (Dicotyledoneae), Ordo (Geraniales), Famili (Euphorbiacea),
Genus (Macaranga), Spesies (Macaranga gigantea Mull.Arg)
Nama-nama Mahang
di tiap daerah Kalimantan (Badad, Bangauwang,
Brunt, Malau, Marakubong, Merkubong, Sedaman, Talinga gajah). MTC Wood Wizards (2008) dalam Standard
Malaysian dan ASEAN Standard nama daerah
kayu Mahang Benuah (Sarawak), Kubin
(Peninsular Malaysia), Linkabong
(Sabah), Mahang (Peninsular
Malaysia), Marakubong (Sabah), Merkabong (Sabah), Mesepat (Peninsular Malaysia)
and Medaman (Sabah). Menurut Slik (2006) persamaan jenis adalah Macaranga incisa Gage, Macaranga megalophylla
(Mull.Arg) Mull.Arg., Macaranga rugosa (Mull.Arg.) Mull.Arg., Mappa
gigantea Reichb.f. & Zoll., Mappa macrophylla Kurz ex Teijsm.
& Binn., Mappa megalophylla Mull.Arg., Mappa rugosa Mull.Arg.
Menurut MTC Wood Wizards (2008) dalam Standard Malaysian dan ASEAN Standard persamaan jenis adalah M.
beccarianus, M. hosei, M. hypoleuca, M. lowii, M. pruinosa and M. winkler ( Slik 2006 dalam Damiri dkk, 2009).
Penyebaran
Daerah penyebaran
kayu Mahang adalah Burma, Thailand, Peninsular Malaysia, Sumatra, Borneo
(Sarawak, Brunei, Sabah, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan
Selatan, dan Kalimantan Timur), dan Sulawesi (Slik, 2006). Daerah penyebaran Mahang di Indonesia meliputi Jawa, Sumatera
dan Kalimantan (Kartasujana dan Martawijaya, 1979 dalam Damiri dkk, 2009).
Sifat Botanis
Ciri-ciri lapangan tinggi pohon dapat mencapai 25 m dan diameter 55 cm.
Batang lurus, bulat, tidak berbanir, berkulit halus dengan warna coklat muda
abu-abu. Tajuk agak melebar dan tidak seberapa lebat. Daun tunggal berbentuk
bulat telur yang melebar dan bercagap dalam tiga. Permukaan bawah daun putih,
berbuku halus dengan urat daun menjari. Daun yang berbentuk setengah bulatan
(Balai Penelitian Hasil Hutan Bogor, 1983). Menurut Mandang (1991) dalam (Damiri dkk,
2009) kayu Mahang berwarna putih kecoklatan, batas antara kayu gubal dan kayu
teras tidak jelas, lingkaran tumbuh tidak jelas, kesan raba agak licin dan
susunan pori tata baur.
Menurut (Slik 2006 dalam Damiri dkk, 2009) tajuk termasuk
sub kanopi mencapai ketinggian lebih dari 28 m dengan diameter setinggi dada 50
cm. Stipula panjang 43 mm. Daun majemuk, bentuk alternate, sederhana, 3 kelopak
daun, pembuluh seperti palma, peltate, pinggir daun bergerigi, permukaan bawah
berbulu halus. Diameter bunga 0,5 mm, warna kehijauan, Tergabung dalam bentuk bundel tumbuh pada cabang besar. Buah
diamater 7 mm, berwarna hijau kuning kecoklatan, 2 kelopak, bentuk kapsul, biji
berwarna ungu kemerahan.
Tumbuh pada hutan campuran dipterocarp dengan ketinggian sampai lebih 600 m dpl. Mahang dapat tumbuh dengan baik pada hutan sekunder dan terbuka. Sering kali dijumpai sepanjang kiri-kanan jalan HPH dan pada daerah berpasir dan pasir berlempung (MTC Wood Wizards, 2008).
Sifat Dasar Kayu
Menurut As’ari (1999) hasil pengamatan pada penampang lintang
batang diperoleh warna kayu Mahang dominan putih kecoklat-coklatan, batas
antara kayu gubal dan kayu teras tidak jelas dan riap tumbuh tidak jelas. Getah
kayu berwarna merah serta tidak memiliki bau yang khas dan rasanya tawar. Arah
serat lurus dan tekstur agak halus, pembuluh tidak nampak dengan mata biasa.
Pola penyebaran pembuluh tata baur dan merupakan gabungan radial. Persentase serabut kayu Mahang sebesar
52,47 % adalah lebih besar dari 50 % tergolong tinggi akan menghasilkan
rendemen pulp yang tinggi. Pendapat ini diperkuat Soenardi (1976) bahwa
persentase serabut yang besar berarti baik sebagai bahan baku pulp. Ditunjang
dengan berat jenis kayu Mahang volume basah adalah 0,33 tergolong kayu ringan,
sehingga memudahkan pembuatan partikel kayu sebagai bahan baku pulp.
Kayu Mahang memiliki kadar air basah 57,77 % dengan berat jenis 0,33. Kestabilan dimensi kayu Mahang termasuk klasifikasi sedang, setelah diperlakukan dengan urea pada taraf konsentrasi 40 % kestabilan dimensi meningkat dengan T/R = 1,70 dan T/R = 1,57 untuk konsentrasi 50 % (Natalianto, 2000). Sifat-sifat kayu Mahang mempunyai berat jenis minimum 0,33 dan maksimum 0,55; kelas awet IV – V dan kelas kuat II – IV (Kartasujana dan Martawijaya, 1979). Sifat kimia kayu Mahang dalam penelitian Rumiana (1999) diperoleh nilai kandungan ekstraktif larut dalam air dingin 1,2361 %, air panas 3,4487 %, alkohol benzena 3,9278 %, kadar lignin 17,2016 % dan kadar abu 0,3613 %.
Kayu Mahang
termasuk kayu lunak dan kekerasan ringan sampai sedang, pada umumnya spesies
ini kerapatan berkisar dari 270-495 kg/m3 kering udara. Di Malaysia kayu ini diklasifikasikan kayu ringan berdaun lebar. Selanjutnya
dikatakan keawetan alami kayu ini tidak tahan lama, tekstur sangat bagus dan
berserat lurus berpadu, kayu Mahang mudah dikerjakan. Sedangkan menurut
Malik dan Rachman (2002) pengerjaan menggunakan standar ASTM D 1666-64 (1978) yang dimodifikasi bahwa penyerutan kayu Mahang termasuk kelas
pemesinan 1, dalam pembentukan termasuk kelas pemesinan 1, untuk pembubutan
termasuk kelas IV, dan dalam pengapelasan termasuk kelas I.
Kegunaan
Kayu Mahang dapat dibuat menjadi papan wol menggunakan perekat semen, dalam (Belinda dkk, 2011) perlakuan ekstraksi tidak berpengaruh
nyata pada sifat fisika papan wol kayu semen Mahang, sebaliknya pada sifat
mekanika kayu, ekstrasi panas terbukti memberi pengaruh nyata untuk
meningkatkan nilai MoE dan MoR serta memperkecil nilai pengurangan tebal akibat
tekanan. Secara umum perlakuan ekstarksi panas memberikan kualitas sifat fisika
dan mekanika papan wol semen yang lebih baik dibandingkan tanpa perlakuan
ekstraksi.
Menurut Fanshurna (2009), dari hasil penelitian yang didapat, briket
arang kayu Mahang memiliki nilai kalor yang tinggi dengan rerata sebesar
6,599,14 kal/gr, tetapi pada kerapatan dan keteguhan tekan briket arangnya,
sangat rendah dan tidak memenuhi SNI. Sehingga dapat disimpulkan bahwa briket
arang kayu Mahang baik untuk menjadi bahan bakar karena nilai kalor yang
tinggi, tetapi tidak tahan terhadap tekanan, benturan yang menyebabkan briket
arangnya mudah hancur.
Kayu Mahang bisa digunakan untuk bahan bangunan, pembuatan kayu lapis,
bahan pembungkus untuk peti/kotak, korek api, pulp dan moulding (Direktorat
Jenderal Kehutanan, 1976).
Badan Revitalisasi
Industri Kehutanan (2008) dalam
Damiri dkk (2009)
menyatakan bahwa batang kayu Mahang yang dikupas sering digunakan oleh penduduk
untuk bahan bangunan sementara yang tidak berhubungan dengan tanah. Kayunya
digunakan juga untuk rangka ringan, perlengkapan interior, moulding, reng, peti
pengepak, pelampung, dan kano. Dari kayu
Mahang dapat dihasilkan pulp berkualitas tinggi dan untuk pembuatan kayu lapis.
Kayu ini cukup baik untuk kayu bakar.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor (2001)
menyatakan bahwa kayu Mahang yang tumbuh di Jambi terlalu ringan dan lunak untuk
bahan konstruksi di mana sifat kekuatan merupakan hal utama, namun Mahang
menghasilkan serat berkualitas baik sehingga dapat dianjurkan untuk
dibudidayakan sebagai sumber serat.2.2
No comments:
Post a Comment