Gambir adalah sejenis getah yang dikeringkan yang berasal dari ekstrak remasan daun dan ranting tumbuhan bernama sama (Uncaria gambir Roxb.). Di Indonesia gambir pada umumnya digunakan pada menyirih. Kegunaan yang lebih penting adalah sebagai bahan penyamak kulit dan pewarna. Gambir juga mengandung katekin (catechin), suatu bahan alami yang bersifat antioksidan. India mengimpor 68% gambir dari Indonesia, dan menggunakannya sebagai bahan campuran menyirih.
Gambir dihasilkan pula dari tumbuhan U. acida.
Ciri-ciri umum
Tumbuhan perdu
setengah merambat dengan percabangan memanjang. Daun oval, memanjang,
ujung meruncing, permukaan tidak berbulu (licin), dengan tangkai daun
pendek. Bunganya tersusun majemuk dengan mahkota berwarna merah muda
atau hijau; kelopak bunga pendek, mahkota bunga berbentuk corong (seperti bunga kopi), benang sari lima, dan buah berupa kapsula dengan dua ruang.
Budidaya
Gambir dibudidayakan pada lahan ketinggian 200-800 m di atas
permukaan laut. Mulai dari topografi agak datar sampai di lereng bukit.
Biasanya ditanam sebagai tanaman perkebunan di pekarangan atau kebun di
pinggir hutan. Budidaya biasanya semiintensif, jarang diberi pupuk
tetapi pembersihan dan pemangkasan dilakukan. Di Sumatra kegiatan
penanaman ini sudah mengganggu kawasan lindung.
Produk
Gambir adalah ekstrak air panas dari daun dan ranting tanaman gambir
yang disedimentasikan dan kemudian dicetak dan dikeringkan. Hampir 95%
produksi dibuat menjadi produk ini, yang dinamakan betel bite atau plan masala.
Bentuk cetakan biasanya silinder, menyerupai gula merah. Warnanya
coklat kehitaman. Gambir (dalam perdagangan antarnegara dikenal sebagai gambier) biasanya dikirim dalam kemasan 50kg. Bentuk lainnya adalah bubuk atau "biskuit". Nama lainnya dalah catechu, gutta gambir, catechu pallidum (pale catechu).
Daerah penghasil utama adalah Sumatra bagian tengah dan selatan.
Harga jualnya di tingkat petani per kg adalah IDR5.000 hingga IDR20.000;
di pasaran ekspor harganya berkisar dari USD1,46 hingga USD2,91. Ekspor
gambir juga menunjukkan pertumbuhan yang baik.
Umumnya, gambir dikenal berasal dari Sumatera Barat. Terutama dari
Kabupaten 50 Kota,Pesisir selatan(kec koto XI Tarusan Desa siguntur
muda). Sebagai sentra penghasil gambior, Kabupaten 50 Kota merupakan
lokasi yang strategis dan cocok untuk investor perkebunan.
Kegunaan dan kandungan
Kegunaan
Kegunaan utama adalah sebagai komponen menyirih, yang sudah dikenal masyarakat kepulauan Nusantara, dari Sumatra hingga Papua sejak paling tidak 2500 tahun yang lalu. Diketahui, gambir merangsang keluarnya getah empedu
sehingga membantu kelancaran proses di perut dan usus. Fungsi lain
adalah sebagai campuran obat, seperti sebagai luka bakar, obat sakit
kepala, obat diare, obat disentri, obat kumur-kumur, obat sariawan,
serta obat sakit kulit (dibalurkan); penyamak kulit; dan bahan pewarna
tekstil.
Fungsi yang tengah dikembangkan juga adalah sebagai perekat kayu
lapis atau papan partikel. Produk ini masih harus bersaing dengan sumber
perekat kayu lain, seperti kulit kayu Acacia mearnsii, kayu Schinopsis balansa, serta kulit polong Caesalpinia spinosa yang dihasilkan negara lain.
Kandungan
Kandungan yang utama dan juga dikandung oleh banyak anggota Uncaria lainnya adalah flavonoid (terutama gambiriin), katekin (sampai 51%), zat penyamak (22-50%), serta sejumlah alkaloid (seperti gambirtannin dan turunan dihidro- dan okso-nya. Selain itu gambir dijadikan obat-obatan modern yang diproduksi negara jerman, dan juga sebagai pewarna cat, pakaian.
Penyebaran
Bila ditinjau dari ketersediaan lahan di Sumatera Barat maka terlihat
adanya keterbatasan. Sekitar 60 persen dari lahan yang ada merupakan
perbukitan dan lahan miring dan 15 persen saja yang telah disepakati
untuk lahan pertanian. Secara keseluruhan hanya tersedia sekitar 450000
ha lahan yang potensial untuk perluasan tanaman perkebunan.
Di Sumatera Barat tanaman gambir tumbuh dengan baik didaerah
Limapuluh Kota, Pesisir Selatan dan daerah tingkat II lainnya. Di
Kabupaten Limapuluh Kota sebanyak 11937 Ha dengan produksi 7379 ton
pertahun. Di Kabupaten Pesisir Selatan sebanyak 2469 Ha dengan produksi
688 ton pertahun dan Kabupaten lainnya seluas 175 Ha yang sebahagian
besar belum berproduksi.
Luas di atas potensial dan memenuhi skala ekonomi untuk dikembangkan.
Jumlah unit usaha pengolahan gambir di Sumatera Barat tercatat sebanyak
3571 unit dengan tenaga kerja 6908 orang dan investasi Rp 1029614000.
Data produksi gambir di Sumatera Barat sebenarnya belum tersedia dengan
lengkap, khususnya untuk konsumsi dalam negeri. Bila berpedoman kepada
angka produksi tahun 1997 dan angka ekspor pada tahun yang sama maka 98
persen produksi gambir diekspor dan 2 persen dikonsumsi dalam negeri.
Di negara lain juga ada produk sejenis gambir yang ditawarkan seperti
tannin dari kulit kayu Acacia mearnsii, kayu Schinopsis balansa. Pada
tahun 1983 diproduksi 10000 ton perekat berbasis tannin Acacia mearnsii
di Afrika Selatan. Di New Zealand telah mulai produksi tiap tahunnya
8000 ton perekat berbasis tannin dari kulit kayu Pinus radiata. Di Peru
diproduksi Tara tannin dari kulit buah Caesalpinia spinosa yang juga
akan dijadikan bahan baku perekat.
Prospek gambir sebagai bahan baku perekat untuk bahan berbasis kayu
atau bahan berlignosellulosa lainnya terlihat ada. Sebagai langkah awal
penulis telah mendaftarkan paten pada Departemen Kehakiman dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia dengan judul “Proses gambir sebagai bahan
baku perekat dengan nomor P 00200200856” dengan memanfaatkan insentif
dari Kementerian Riset dan Teknologi.
Gambir dapat juga dijadikan sebagai bahan baku utama perekat perekat
kayu lapis dan papan partikel. Bila gambir yang diekspor tersebut
digunakan sebagai bahan baku perekat kayu lapis di dalam negeri maka
baru akan memenuhi kebutuhan tiga pabrik kayu lapis yang berkapasitas
5000-6000 m3/bulan. Hal ini akan masih tetap terlalu sedikit dibanding
kebutuhan pabrik kayu lapis dan papan partikel yang ada di Pulau Sumatra.
Dan gambir dapat diolah di dalam negeri menjadi bentuk yang lain dari
sekarang, seperti bentuk biskuit dan tepung gambir sesuai dengan
permintaan pasar dunia. Negara India saja membutuhkan gambir sebanyak
6000 ton pertahun. Terlihat bahwa prospek luar negeri masih terbuka.
Ditinjau dari aspek konservasi ditemui juga penanaman pada lahan
termasuk areal kawasan lindung dengan salah satu ciri kelerangan diatads
40 persen. Di Kabupaten Limapuluh Kota terutama perkebunan gambir ada
di Kecamatan Kapur IX,
Mahat, Pangkalan Koto Baru dan Suliki Gunung Mas. Kapur IX merupakan
kecamatan penghasil gambir terbesar (hampir 2/3 total produksi) dengan
wilayah utama yaitu Nagari Sialang. Areal penanaman gambir tersebut sebahagian besar berasal pada Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Kampar Kanan dan DAS Mahat.
Berdasarkan peta Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK), fungsi kawasan
hutan kedua Sub DAS tersebut adalah 64,30 persen sebagai kawasan lindung
dan 35,70 persen sebagai kawasan yang boleh diusahakan (kawasan
eksploitasi). Kawasan lindung tersebut terdiri dari 61,37 persen (204412
Ha) sebagai hutan lindung dan 2,93 persen sebagai hutan suaka alam.
Sumber : wikipedia.id.org
No comments:
Post a Comment