Enau atau aren (Arenga pinnata, suku Arecaceae) adalah palma yang terpenting setelah kelapa (nyiur) karena merupakan tanaman serba guna. Tumbuhan ini dikenal dengan pelbagai nama seperti nau, hanau, peluluk, biluluk, kabung, juk atau ijuk (aneka nama lokal di Sumatra dan Semenanjung Malaya); kawung, taren (Sd.); akol, akel, akere, inru, indu (bahasa-bahasa di Sulawesi); moka, moke, tuwa, tuwak (di Nusa Tenggara), dan lain-lain. Bangsa Belanda mengenalnya sebagai arenpalm atau zuikerpalm dan bangsa Jerman menyebutnya zuckerpalme. Dalam bahasa Inggris disebut sugar palm atau Gomuti palm.
Diskripsi
Palma yang besar dan tinggi, dapat mencapai 25 m. Berdiameter hingga 65 cm, batang pokoknya kukuh dan pada bagian atas diselimuti oleh serabut berwarna hitam yang dikenal sebagai ijuk, injuk, juk atau duk. Ijuk sebenarnya adalah bagian dari pelepah daun yang menyelubungi batang. Daunnya majemuk menyirip, seperti daun kelapa,
panjang hingga 5 m dengan tangkai daun hingga 1,5 m. Anak daun seperti
pita bergelombang, hingga 7 x 145 cm, berwarna hijau gelap di atas dan
keputih-putihan oleh karena lapisan lilin di sisi bawahnya.
Berumah satu, bunga-bunga
jantan terpisah dari bunga-bunga betina dalam tongkol yang berbeda yang
muncul di ketiak daun; panjang tongkol hingga 2,5 m. Buah buni bentuk
bulat peluru, dengan diameter sekitar 4 cm, beruang tiga dan berbiji tiga, tersusun dalam untaian seperti rantai. Setiap tandan mempunyai 10 tangkai atau lebih, dan setiap tangkai memiliki lebih kurang 50 butir buah berwarna hijau sampai coklat kekuningan. Buah ini tidak dapat dimakan langsung karena getahnya sangat gatal.
Nira dan Gula
Gula aren diperoleh dengan menyadap tandan bunga jantan yang mulai mekar dan menghamburkan serbuk sari yang berwarna kuning. Tandan ini mula-mula dimemarkan dengan memukul-mukulnya selama beberapa hari, hingga keluar cairan dari dalamnya. Tandan kemudian dipotong dan di ujungnya digantungkan tahang bambu untuk menampung cairan yang menetes. Cairan manis yang diperoleh dinamai nira (alias legen atau saguer), berwarna jernih agak keruh. Nira ini tidak tahan lama, maka tahang yang telah berisi harus segera diambil untuk diolah niranya; biasanya sehari dua kali pengambilan, yakni pagi dan sore.
Sebelum penyadapan dimulai, dilakukan persiapan penyadapan yaitu :
- Memilih bunga jantan yang siap disadap, yaitu bunga jantan yang tepung sarinya sudah banyak yang jatuh di tanah. Hal ini dapat dilihat jika disebelah batang pohon aren, permukaan tanah tampak berwarna kuning tertutup oleh tepungsari yang jatuh.
- Pembersihan tongkol (tandan) bunga dan memukul-mukul serta mengayun-ayunkannya agar dapat memperlancar keluarnya nira.
Penyadapan dilakukan dengan memotong tongkol (tandan) bunga pada bagian yang ditoreh. Kemudian pada potongan tongkol dipasang bumbung bamboo sebagai penampung nira yang keluar. Penyadapan nira dilakukan 2 kali sehari (dalam 24 jam) pagi dan sore. Pada setiap penggantian bumbung bamboo dilakukan pembaharuan irisan potongan dengan maksud agar saluran/pembuluh kapiler terbuka, sehingga nira dapat keluar dengan lancer. Setiap tongkol (tandan) bunga jantan dapat dilakukan penyadapan selama 3 – 4 bulan sampai tandan mongering. Hasil dari air aren dapat diolah menjadi gula aren, tuak, cuka dan minuman segar.
Setelah dikumpulkan, nira segera dimasak hingga mengental dan menjadi
gula cair. Selanjutnya, ke dalam gula cair ini dapat dibubuhkan bahan
pengeras (misalnya campuran getah nangka dengan beberapa bahan lain) agar gula membeku dan dapat dicetak menjadi gula aren bongkahan (gula gandu). Atau, ke dalam gula cair ditambahkan bahan pemisah seperti minyak kelapa, agar terbentuk gula aren bubuk (kristal) yang disebut juga sebagai gula semut.
Di banyak daerah di Indonesia, nira juga biasa difermentasi menjadi semacam minuman beralkohol yang disebut tuak atau di daerah timur juga disebut saguer. Tuak ini diperoleh dengan membubuhkan satu atau beberapa macam kulit kayu atau akar-akaran (misalnya kulit kayu nirih (Xylocarpus) atau sejenis manggis hutan (Garcinia))
ke dalam nira dan membiarkannya satu sampai beberapa malam agar
berproses. Bergantung pada ramuan yang ditambahkan, tuak yang dihasilkan
dapat berasa sedikit manis, agak masam atau pahit.
Dengan membubuhkan bahan yang lain, atau dengan membiarkan begitu saja selama beberapa hari, nira dapat berfermentasi menjadi cuka. Cuka dari aren ini kini tidak lagi populer, terdesak oleh cuka buatan pabrik. Nira mentah (segar) bersifat pencahar (laksativa), sehingga kerap digunakan sebagai obat urus-urus. Nira segar juga baik sebagai bahan campuran (pengembang) dalam pembuatan roti.
Kolang-kaling
Buah aren (dinamai beluluk, caruluk dan lain-lain) memiliki 2 atau 3 butir inti biji (endosperma)
yang berwarna putih tersalut batok tipis yang keras. Buah yang muda
intinya masih lunak dan agak bening. Buah muda dibakar atau direbus
untuk mengeluarkan intinya, dan kemudian inti-inti biji itu direndam
dalam air kapur beberapa hari untuk menghilangkan getahnya yang gatal dan beracun.
Cara lainnya, buah muda dikukus selama tiga jam dan setelah dikupas,
inti bijinya dipukul gepeng dan kemudian direndam dalam air selama 10-20
hari. Inti biji yang telah diolah itu, diperdagangkan di pasar sebagai buah atep (buah atap) atau kolang-kaling. Kolang-kaling disukai sebagai campuran es, manisan atau dimasak sebagai kolak. Teristimewa sebagai hidangan berbuka puasa di bulan Ramadhan.
Produk lain
Sebagaimana nipah dan rumbia, daun pohon enau juga biasa digunakan sebagai bahan atap rumah rakyat. Pucuk daunnya yang masih kuncup (janur) juga dipergunakan sebagai daun rokok, yang dikenal pasar sebagai daun kawung. Lembar-lembar daunnya di Jawa Barat biasa digunakan sebagai pembungkus barang dagangan, misalnya gula aren atau buah durian. Lembar-lembar daun ini pun kerap dipintal menjadi tali, sementara dari lidinya dihasilkan barang anyaman sederhana dan sapu lidi.
Seperti halnya daun, ijuk dari pohon enau pun dipintal menjadi tali. Meski agak kaku, tali ijuk ini cukup kuat, awet dan tahan digunakan di air laut. Ijuk dapat pula digunakan sebagai bahan atap rumah, pembuat sikat dan sapu ijuk. Dari pelepah dan tangkai daunnya, setelah diolah, dihasilkan serat yang kuat dan tahan lama untuk dijadikan benang, tali pancing dan senar gitar Batak.
Batangnya mengayu di sebelah luar dan agak lunak berserabut di bagian
dalam atau empulurnya. Kayunya yang keras ini dipergunakan sebagai papan, kasau atau dibuat menjadi tongkat. Empulur atau gumbarnya dapat ditumbuk dan diolah untuk menghasilkan sagu,
meski kualitasnya masih kalah oleh sagu rumbia. Batang yang dibelah
memanjang dan dibuang empulurnya digunakan sebagai talang atau saluran
air.
Cara Membuat Tepung Aren
Pembuatan tepung aren dilakukan melalui terlebih dahulu menebang batang pohon aren kemudian dipotong-potong sepanjang 1,25 – 2 meter. Potongan batang aren kemudian dipecah membujur menjadi empat bagian yang sama besarnya sehingga nampak bagian dalamnya dimana terdapat empelur yang mengandung sel-sel parenchym penyimpan tepung. Kemudian empelur dipisahkan dari kulit dalamnya, kemudian dipotong-potong menjadi 6-8 bagian, lalu digiling dengan menggunakan mesin parut. Hasil parutan berupa serbuk yang keluar dari mesin dikumpulkan kemudian diayak untuk memisahkan serbuk-serbuk dari serat-seratnya yang kasar. Proses selanjutnya adalah mengambil tepung dari serbuk-serbuk halus.
Dari akar dihasilkan serat untuk bahan anyaman, tali pancing atau cambuk.
Ekologi dan penyebaran
Pohon enau mudah tumbuh. Memiliki asal-usul dari wilayah Asia tropis, enau diketahui menyebar alami mulai dari India timur di sebelah barat, hingga sejauh Malaysia, Indonesia, dan Filipina di sebelah timur. Di Indonesia, enau tumbuh liar atau ditanam, sampai ketinggian 1.400 m dpl.. Biasanya banyak tumbuh di lereng-lereng atau tebing sungai.
Meskipun getahnya amat gatal, buah enau yang masak banyak disukai hewan. Musang luwak
diketahui sebagai salah satu hewan yang menyukai buah enau ini, dan
secara tidak langsung berfungsi sebagai hewan pemencar biji enau. Di Bangka, pada masa lalu orang-orang Tionghoa memasang perangkap di bawah pohon enau yang tengah berbuah, untuk menangkap rombongan babi hutan yang berpesta buah enau yang berjatuhan.
Perbanyakan
Enau atau aren dapat dikembang biakkan secara generatif yaitu melalui
bijinya. Agar diperoleh keturunan yang baik, benih sebaiknya diambil
dari pohon induk yang memiliki kriteria sebagai berikut :
- Batang pohon harus besar dengan pelepah daun merunduk dan rimbun. Sampai saat ini dikenal dua macam tanaman aren yaitu Aren Genjah yang memiliki batang agak kecil dan pendek dengan produksi nira antara 10–15 liter/tandan/hari, dan Aren Dalam yang memiliki batang besar dan tinggi dengan produksi nira 20–30 liter/tandan/hari. Untuk kepentingan produksi nira dan turunannya, dianjurkan untuk menggunakan varietas Dalam sebagai pohon induknya.
- Pohon terpilih harus memiliki produktivitas yang tinggi. Perlu diketahui bahwa tidak semua pohon aren dan tidak semua mayang (tandan bunga) jantan yang keluar (9 – 11 mayang) menghasilkan nira. Hal ini sangat dipengaruh oleh proses fisiologi tanaman. Calon pohon induk perlu diperiksa produktivitasnya dengan menyadap nira dari mayang jantan pertama atau kedua; jika hasilnya banyak maka pohon itu pantas dijadikan pohon induk. Kemudian pohon induk ini tidak lagi disadap niranya, agar kualitas benih yang dihasilkan tetap baik.
Selanjutnya tahapan penyediaan bibit tanaman aren adalah sebagai berikut:
1. Pengumpulan buah
- Buah yang digunakan sebagai sumber benih harus matang, sehat yang ditandai dengan kulit buah yang berwarna kuning kecoklatan, tidak terserang hama dan penyakit dengan diameter buah ± 4 cm. Sebaiknya buah yang diambil adalah yang terletak di bagian luar rakila. Buah aren ini dapat disimpan selama 2 minggu pada karung plastik atau dus untuk memudahkan pemisahan biji (benih) dari kulit.
2. Pengambilan biji dari buah
- Pengambilan biji dari dalam buah aren harus menggunakan sarung tangan karena buah aren mengandung asam oksalat yang akan menimbulkan rasa gatal apabila kena kulit. Cara lain, yaitu dengan memeram buah-buah aren yang telah dikumpulkan sampai kulit buah menjadi busuk sehingga biji terpisah dengan sendirinya dari daging buah. Dengan cara ini, biji dapat diambil dengan mudah dan kulit buah aren tidak gatal lagi.
3. Perkecambahan
- Benih disemaikan dalam tempat persemaian dengan media campuran pasir dan serbuk gergaji dengan perbandingan 2:1. Untuk mempercepat perkecambahan, tempurung biji dapat digosok dengan kertas pasir (ampelas) di bagian punggungnya, tempat keluar apokol, selebar kira-kira 3 mm kemudian biji direndam dalam air agar air meresap ke dalam endosperm sampai jenuh, lalu disemaikan. Benih disiram setiap hari untuk mempertahankan kelembaban yang tinggi sekitar 80%.
4. Pembibitan
- Semai aren yaitu setelah terbentuk apokol yang telah mencapai
panjang 3 – 5 cm dipindahkan ke tempat pembibitan atau ke dalam kantong
plastik (polibag) yang berdiameter 25 cm, yang telah diisi ¾ bagiannya
dengan tanah-tanah lapisan atas yang dicampur dengan pupuk kandang
dengan perbandingan 1:2. Bibit-bibit yang telah dipindahkan ini
memerlukan penyiraman dan naungan agar terhindar dari cahaya matahari
secara langsung. Bibit aren dapat dipindahkan (ditanam) ke lapangan
setelah berumur 6-8 bulan sejak daun pertama terbentuk.
Sumber : wikipedia.id.org
No comments:
Post a Comment